
Siang itu, Mama Alu tergopoh-gopoh menemui saya. “Mas, minta tolong daftarin internet ya, nanti jam setengah 1 malam sudah dibuka bilangnya,” ujarnya sambil menyerahkan berkas-berkas dalam amplop coklat bekas. “Ya,ya… besok pagi saja,” balas saya.
Mama Alu adalah salah satu potret orang kecil. Tinggal berlima menemani orang tuanya di rumah kayunya yang dipetak-petak sederhana. Sehari-hari, Mama Alu berdagang membantu keluarga. Begitu juga suaminya sebagai pegawai ditempat lain. Meski usaha dagangnya sempat pindah-pindah, namun Mama Alu dan suaminya bukan macam orang yang mudah menyerah. Terbukti,awal tahun ini, mereka berdua telah berangkat umroh atas biaya bos suaminya yang orang Tiongkok, gratis. Ini bukan perkara mudah.
Saya tidak hafal anak-anak Mama Alu, tapi yang kudengar, anak laki-lakinya yang sudah dewasa ada di Amerika Serikat. Bekerja disana selepas kuliah di Universitas Mulawarman.
“Enaknya mau beli mobil apa ya, Tik?” ujar Mama Alu suatu hari pada istri saya. Ia cukup bingung setelah menerima kiriman uang anaknya yang dari luar negeri itu. Salah satu anak perempuannya saat ini ada yang masih belajar di Universitas Sanata Darma Yogyakarta.
Itulah. Jika melihat kehidupan Mama Alu sehari-hari yang sederhana itu, saya hampir tidak percaya anak-anaknya sekolah tinggi. Tapi setelah melihat kerja keras Mama Alu membangun keluarga, saya menjadi percaya, dan angkat topi untuknya. Semoga Allah memberkahi.
Hari itu, Mama Alu tampaknya ‘stop’ dari tempatnya jualan untuk mengurus anak perempuannya, Manda, yang baru lulus SD. Tahun ini, Manda sama-sama dengan anak saya akan mendaftar di SMP favorit di Balikpapan. “Ikut saja didaftarkan,” ujar Mama Alu titip pesan pada istri saya.
Beda dengan saya, Mama Alu malahan ikut saja kemana saya akan mendaftarkan sekolah.Sepertinya, Manda cukup pasrah dan menerima disekolahkan kemana saja oleh Mama Alu.
Penerimaan siswa baru sekolah negeri di Balikpapan mulai tahun ini, untuk pertama kalinya dilaksanakan secara Online. Pelaksanaan Online dan terbuka di Internet ini bukan hal mudah. Diawali adanya polemik yang cukup sengit antara DPRD dengan pemerintah kota, tahun lalu. Ada banyak catatan media di Internet yang bisa ditelusuri.
“Lihat itu (warga), dari kemarin yang didemo kami, sampai datang ke rumah. Pokoknya saya minta tidak boleh ada warga yang tidak bersekolah,semua harus ditampung. Makanya dari dulu saya minta bangun sekolah, bangun sekolah,” ujar Ketua DPRD Balikpapan Andi Burhanuddin Solong, kala itu, Selasa (1/7/2014).
Wali kota pun memiliki pendapat berbeda. “Itu memang hak mereka (warga) bersekolah, tapi yang datang ke sini kan (Kantor DPRD) minta anaknya ditaruh di SMPN 1, SMAN 1, SMKN 1, itu kan tidak bisa. Seluruh Indonesia yang namanya penerimaan siswa baru pakai aturan. Tidak bisa main titip-titipan,” tegas Rizal Effendi.
Seiring perjalanan waktu, Senin (6/4/2015), di SMP Negeri 1 dilaksanakan penandatanganan tanda kesiapan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online. Tiga sekolah yakni, SMA Negeri 1, SMP Negeri 1, dan SMKNegeri 1 Balikpapan, secara simbolis mewakili 37 sekolah lainnya menandatangani pernyataan. Disdik dan PT Telkom ikut menggawangi. Ini adalah ‘angin segar’ bagi orang-orang seperti saya dan Mama Alu.
Hari ini, Selasa (30/6/2015), adalah hari kedua pelaksanaan PPDB Online hingga dua hari kedepan. Tampaknya, Mama Alu masih cukup waswas sampai urutan mana anaknya ada di daftar peserta. Maklum, ia tidak cukup mengerti Internet dan gadget saat ini. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga anaknya dapat sekolah di sekolah yang terbaik. Sehari sebelumnya, ia tampak cukup lelah bolak-balik mengambil berkas yang tertinggal dari sekolah ke rumah, dan kembali ke sekolah lagi, gigih.
Hari ini pula, saya terus memantau pergerakan pendaftaran yang cukup stagnan, dan meneruskan kabar lewat SMS. Tampaknya, posisi anak Mama Alu dan anak saya cukup aman. Semoga Allah selalu memberikan keamanan, keselamatan, kelancaran dan kebarokahan, aamiin.