
Senin siang kemarin sy buru-buru keluar ruang kerja mencari makan siang karena harus kembali kerja. Maklum, sudah sejak bulan puasa yll sy tidak lagi membawa kotak makan siang. Seperti hari ini, ibunya anak-anak hanya membekali dua sampai tiga buah jajanan pasar untuk sekadar cemilan. Selebihnya, sy harus mencari makan sendiri.
Di tengah perjalanan mencari makan siang itu, entah tiba-tiba sy ingat lontong balap khas Surabaya, kangen. Kebetulan, searah jalan, setelah lampu merah belok kanan, lurus, kira-kira satu kilometer ada penjual lontong balap. Okay, langsung meluncur kesana.
Alhamdulillah. Sampailah sy di warung lontong ini. Sayangnya, untuk masuk ke warung ini siang itu sangat sulit, karena warung dikepung mobil yang parkir berjajar di pinggir jalan. Akhirnya, motor kumasukkan di celah sempit, parkir sedikit turun ke bawah. “Makan mas…” pesan sy pada mas penjual.
Sy suka gayanya mas penjual ini, profesional dan pengalaman. Tanpa sy banyak kata, ia langsung menyiapkan lontong plus taburan bawang goreng, tanpa sambal petis dan kecap manis. Cocok banget. Sy hanya menambahkan sambal petis sesuai selera. Itupun masih tambah sate kerang lima tusuk.
“Berapa?” tanya sy sambil mengulurkan uang. Setelah itu, mengambil motor buru-buru. Saat keluar menuju jalan raya itu sy hampir terjatuh. Saking buru-burunya, sy memilih mendorong motor mundur dari bawah ke atas, tentu saja berat banget. Untuk itu, motor kembali turun dan memutar agar bisa maju naik ke atas.
Selesai semua urusan. Tibalah sore kembali pulang. Kira-kira tiga kilometer sebelum sampai rumah, sy baru ingat ada sesuatu yang kusimpan di kantong celana kanan. Kuraba-raba, kantong terasa mulus, tak ada sesuatu pun disana.
Sesampai di rumah bertemu ibunya anak-anak, sy masih bisa merasa tenang. Tapi seketika menjadi tidak tenang manakala ingat harga ‘barang’ kecil sekelingking itu kini mencapai empat jutaan. Belinya pun kudu ke Jawa! Langsung saja sy kembali tancap gas, wush! Mobil-mobil disalip, macet diterabas, lumpur diterjang, jebret!
Menjelang senja, sampailah kembali ke warung lontong yang sudah tutup. Warung sudah bersih rapi. Sy coba mencari barang itu di tempat di bekas parkir motor siang itu. “Cari apa?” tanya ibu-ibu penjual es degan, tetangganya warung lontong. “Cari ini… ada siang tadi sy kesini,” kata sy.
Suaminya ibu itu datang melihat sy, dan meraba saku celananya seolah mengambil sesuatu. “Ini kah…” katanya sambil mengulurkan ke sy. “Alhamdulillah… ya Allah… makasih pak…”
Sebagai ungkapan syukur, sy memberi hadiah pada penjual es degan itu karena telah memungut dan menyimpannya. Sy tidak tahu jika tidak dipungut, bisa jadi barang itu sudah remuk diinjak orang atau dilindas motor.
Hikmahnya, ojo senengane kesusu-susu! 😀
Kredit foto: @arifinbh Twitter