
Polemik berdebatan tanpa ujung di media sosial akhir-akhir ini semakin meningkat. Meski tidak semua melakukan perdebatan, tapi sungguh menyebalkan sebagian grup atau komunitas komunikasi yang aktif di media sosial. Apalagi media massa, sering menjadi pemicu, dengan menggoreng statement yang dilontarkan para politikus.
Betul juga, saat ini masuk dalam zamannya Informasi. Ada Supply and Demand. Dalam hal ini, Supplier-nya adalah masyarakat, ya yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Dan, ternyata yang membutuhkan juga masyarakat. Dalam hal ini, semua itu yang bermain adalah masyarakat itu sendiri.
Itulah, saya meyakini mengapa disebut masyarakat informasi.
Menyikapi pola di atas itu, sebagai orang tua, saya sering merasa khawatir dampaknya terhadap anak-anak yang kini mulai beranjak dewasa. Mereka sering mengakses jejaring sosial, meski menggunakan akun ayahnya. Sebagai orang tua hanya berdoa dan berpesan agar jangan terpancing dengan hal-hal yang “kurang ajar” dan berlawanan dengan hati nurani.
Prinsipnya, selalu gunakan seluruh indera, akal, dan hati (rasa). Jika itu berlawanan dengan ketiganya, segera tinggalkan.
Hindari perdebatan yang tidak masuk akal, tanpa data, tanpa ilmu.
Lebih aman, tinggalkan saja perdebatan atau polemik untuk saat ini. Boleh-boleh saja seandainya sesekali munculkan ide positif. Menolak ide yang kurang baik. Tapi juga perlu melihat siapa orang yang dihadapi. Ini penting. Agar upaya kita tidak berkepanjangan, menimbulkan perdebatan panjang sehingga meninggalkan hal yang seharusnya menjadi prioritas untuk dikerjakan dan menjadi sia-sia.
Kebetulan. Hari ini saya baru saja ke perpustakaan. Lama sekali rasanya tidak ke sana. Biasanya sih ke toko buku. Tapi belum ada waktu, dan uang cukup membeli buku. Ini adalah buku yang kupinjam di perpustakaan. Ada buku serius, teknikal, dan buku ringan.
Salam literasi.
1 thought on “Mengikuti Media Sosial, Selalu Gunakan Seluruh Indera, Akal, dan Hati”