
Hampir kita semua menjumpai, di beberapa kota kabupaten di Indonesia, kita temukan penggalangan dana di jalan. Penggalangan dana seperti ini biasanya muncul sebagai bentuk spontanitas, solidaritas, atas nama kemanusiaan atau kegiatan sosial.
Beberapa pekan ini kita temui kembali penggalangan dana di jalan setelah terjadinya musibah bencana alam gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), akhir bulan yang lalu. Di beberapa sudut jalan, di persimpangan lampu merah, di pertigaan atau perempatan jalan muncul para relawan yang membawa kardus tertulis sumbangan.
Biasanya para relawan tersebut berinisiatif sendiri berdasarkan pengalaman mereka melihat penggalangan dana serupa di beberapa daerah, terutama pinggiran atau pedesaan. Mereka melihat contoh penggalangan dana untuk pembangunan masjid yang masih menjadi hal biasa dan dianggap wajar oleh masyarakat.
Bahkan, kini muncul penggalangan dana online Internet. Seperti muncul iklan-iklan di website, grup whatsapp, dan media sosial lainnya untuk menggalang dana sosial dan kemanusiaan.
Bagaimana hal ini bila ditinjau dari hukum yang berlaku?
Menurut situs hukumonline.com, meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, yakni untuk amal peribadatan yang dilakukan khusus di tempat-tempat ibadat, merupakan pengumpulan sumbangan yang dibolehkan dan tidak memerlukan izin penyelenggaraan.
Sedangkan meminta sumbangan terkait selain itu, termasuk untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan, harus memperhatikan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing.
Di DKI Jakarta misalnya, hal ini diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 39, yakni:
(1) Setiap orang atau badan dilarang meminta bantuan atau sumbangan yang dilakukan sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama di jalan, pasar, kendaraan umum, lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah dan kantor.
(2) Permintaan bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan pada tempat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan izin oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- supermarket/mall;
- rumah makan;
- stasiun;
- terminal;
- pelabuhan udara/laut;
- stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU);
- penyelenggaraan pameran/bazar amal;
- tempat hiburan/rekreasi;
- hotel.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan larangan tersebut dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp. 100 ribu, dan paling banyak Rp. 20 juta.
Bagaimana dengan di kota/kabupaten tempat tinggal kita?
Untuk mengetahui Perda tempat tinggal kita, kita bisa membacanya di situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) yang ada di kota kabaputen tempat tinggal kita.
Sebagai misal, untuk Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) di Kalimantan Timur, saya mencoba mencari Perda terkait sumbangan di situs http://jdih.penajamkab.go.id.
Dengan menggunakan situs tersebut, saya menemukan Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 17 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum Pasal 16 ayat (2) e yang berbunyi:
- Siapapun dilarang memanjat, menggandul, duduk, atau berdiri di atas pohon, tiang, atau benda yang terdapat di jalan umum.
- Dilarang tanpa Ijin tertulis dari Bupati:
- Menampakkan diri difasilitas umum dengan memakai topeng kecuali pada hari besar tertentu;
- Bermain sepak bola, bola keranjang atau bulutangkis di jalan umum;
- Turut serta dalam permainan lain dari pada yang tersebut ayat (2) huruf b, kecuali apabila permainan itu tidak mengganggu umum;
- Di atas atau di dekat jalan umum bermain musik, alat tiup, bermain sulap, berpidato, atau berbicara dimuka umum;
- Meminta sumbangan atau mengumpulkan uang dari rumah ke rumah dan di jalan umum;
- Merubah median dan pagar pembatas jalan tanpa Ijin. Dst…
Sedangkan di Kota Balikpapan, kota saya tinggal, saya sedikit kesulitan menelusuri pasal terkait pada — file berkas yang berbentuk scan dan PDF — Perda Kota Balikpapan Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum.
Dari membaca pasal demi pasal, saya akhirnya menemukan Pasal 23 ayat b, berbunyi Setiap orang dilarang meminta sumbangan atau mengumpulkan uang kecuali dengan izin dari Walikota atau Dinas Sosial.
Dari penelusuran di Google, saya menemukan berita penertiban Satpol PP terhadap para peminta sumbangan di jalan dan simpang lampu merah. Satpol PP menyebutkan salah satu pasal Perda tersebut melarang adanya kegiatan ilegal, seperti meminta sumbangan di jalan.
Mudah-mudah informasi ini bermanfaat dan membawa keberkahan. Aamiin.