
Cuplikan berita yang beredar di media sosial. Foto: Istimewa

Saya trenyuh membaca sebuah cuplikan surat yang beredar di media sosial. Dalam sebuah artikel menyebutkan seorang terpidana mati menyalahkan ibunya dan pengasuhannya yang buruk atas penderitaannya yang berakhir eksekusi mati.
Sebelum eksekusi dijalankan, terpidana itu diminta menuliskan harapan terakhirnya. Ia diberi sebuah pensil dan kertas, kemudian menulis surat selama beberapa menit. Selesai menulis, ia menyerahkan surat itu pada sipir penjara dan meminta agar suratnya diserahkan kepada ibu kandungnya.
Saya kemudian mencari tahu peristiwa itu apakah benar-benar terjadi atau tidak, kapan, dan ada dimana, tapi belum menemukan sumber yang tepat. Di beberapa sumber media luar negeri terjadi perdebatan tentang kisah tersebut.
Tapi, jika ini memang benar terjadi, tentu surat ini menjadi peringatan pada kita selaku orangtua untuk benar-benar memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya sebaik mungkin, seperti yang telah dicontohkan Lukman kepada anaknya dalam Al-Qur’an, serta teladan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dalam Alhadits.
Berikut kurang lebih isi terjemahan suratnya dalam Bahasa Indonesia.
Ibu, jika ada lebih banyak keadilan di dunia ini, kita akan dieksekusi bersama, bukan hanya aku seorang diri. Ibu sama bersalahnya dengan saya atas kehidupan yang saya jalani.
Ingatkah Ibu ketika saya mencuri dan membawa pulang sepeda seorang anak lelaki tetangga? Ibu membantu saya menyembunyikan sepeda karena ayah tidak melihatnya.
Apakah Ibu ingat waktu saya mencuri uang dari dompet tetangga? Ibu pergi dengan saya ke mal untuk menghabiskannya.
Apakah Ibu ingat ketika saya berdebat dengan ayah lalu dia pergi? Ayah hanya ingin mengoreksi saya karena saya mencuri hasil akhir kompetisi (di sekolah) dan untuk itu saya dikeluarkan.
Ibu, saya hanya seorang anak kecil (waktu itu), tak lama setelah itu saya menjadi remaja yang bermasalah, dan sekarang saya menjadi seorang pria yang cacat (banyak masalah).
Bu, saya hanya seorang anak yang membutuhkan koreksi, dan bukan persetujuan. Tapi aku telah memaafkanmu!
Saya hanya ingin surat ini dibaca sejumlah besar orangtua di seluruh dunia, sehingga mereka dapat mengetahui apa yang membuat semua orang (itu menjadi) baik atau buruk … adalah karena pendidikan.
Terima kasih ibu karena telah memberi saya hidup dan juga membantu saya kehilangan (masa depan).
Anakmu yang Nakal
Pesan moral yang beredar, mari kita semua para orang tua peduli bagaimana mendidik dan membesarkan anak-anak kita dengan cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama.
Semoga Allah menjadikan anak-anak kita anak-anak yang saleh dan salehah, berilmu dan fakih dalam agama, serta semoga Allah selalu memberikan keamanan, keselamatan, dan keberkahan pada masa depannya kelak. Aamiin.
Sementara itu Senin (16/12) malam saya mendapat notifikasi dari Facebook bahwa berita foto narapidana yang beredar di media sosial sejak Sabtu (14/12) tersebut adalah HOAX atau tidak benar.

Tim CekFakta Tempo menggunakan reverse image tools TinEye dan Google memeriksa bahwa pria berbaju orange dalam foto itu adalah Jeremy Meeks dari Washington, Amerika Serikat. Ia kini berkarir sebagai seorang model. Jeremy dijatuhi hukuman penjara pada 2014 atas kasus pencurian berat dan kepemilikan senjata api.
Periksa Fakta dari AFP menambahkan informasi yang lebih lengkap. Dikutip dari AFP, foto terbaru Meeks di Instagram diunggah pada tanggal 12 Desember 2019 lalu dengan keterangan bahwa “hidup ini sangat gila dan luar biasa pada waktu yang bersamaan… segala sesuatu mungkin terjadi. Dan lidah itu memiliki kekuatan jadi katakan apa yang kamu inginkan menjadi kenyataan.”
Terkait potongan kliping koran dan surat wasiat yang diklaim ditulis napi tersebut di atas telah beredar di media sosial sejak 2015. Selain itu, tidak ditemukan bukti bahwa surat di atas benar-benar ditulis oleh seorang terpidana mati atau Jeremy Meeks. Dengan demikian, unggahan berita di media sosial selama ini termasuk keliru.