SETIAP hari ketika masuk kerja, saya mendapat kewajiban mengisi presensi sidik jari (finger-print) sebagai tanda bahwa saya hadir pada hari dan jam yang ditentukan. Ketika melakukan sidik jari itu, harus saya lakukan sendiri, bukan orang lain.
Apa akibatnya jika saya tidak melakukan presensi sidik jari? Tunjangan harian dipotong. Jangankan tidak presensi, terlambat 15 menit saja tetap akan dipotong. Meski kebijakan pemotongan tunjangan itu tidak besar, tetapi kalau sampai berturut-turut terlambat dalam batas waktu tertentu, tidak sampai setengah bulan, maka bisa saja saya tidak mendapatkan tunjangan sama sekali alias 0 atau bahkan minus.
Kebijakan presensi di perusahaan atau lembaga tertentu seperti yang ada di tempat saya, mau tak mau, saya harus ikuti kebijakan tersebut selama saya bekerja di situ. Saya rasa hal yang sama juga diterapkan banyak perusahaan, termasuk seandainya saya memiliki perusahaan sendiri dan pegawai. Hal ini terjadi mengingat produktivitas perusahaan atau organisasi sangat dipengaruhi kinerja dan produktivitas sumber daya manusia.
Dengan melakukan presensi yang baik dan benar, berarti pegawai telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Sebagai kompensasi, perusahaan akan mengganjar jika kehadiran pekerja mereka membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan atau keuntungan perusahaan. Entah, ganjaran itu berupa bonus uang, umroh, atau hadiah lainnya. Itu berarti perusahaan akan terus hidup dan berkembang dan terus menggaji pegawainya.
Sebaliknya, perusahaan akan uring-uringan jika pegawainya datang sesuka hati, sulit dihubungi di saat-saat perusahaan sedang membutuhkan kehadirannya untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Coba bayangkan, bagaimana bisa perusahaan meningkatkan pendapatannya dengan model pegawai semau gue? Perusahaan nenek lu?!
Nah, berkaca dari itu. Selaku pendidik, saya tekankan pada siswa atau mahasiswa saya bahwa presensi kuliah juga mendapat perlakuan yang sama seperti halnya pegawai bekerja pada perusahaan. Justru di saat sekolah atau kuliah, siswa atau mahasiswa terus dididik untuk bertanggung jawab pada dirinya sendiri.
Mengapa siswa atau mahasiswa mengerjakan tugas. Mengapa mereka harus bangun pagi-pagi, mandi, sarapan, kemudian berangkat sekolah tepat waktu? Tak lain dan tak bukan karena mereka diwajibkan belajar atau berlatih bertanggung jawab pada diri sendiri. Sarapan? Itu tanggung jawab pada dirinya sendiri agar dirinya tidak lemah dan jatuh sakit maag karena tidak sarapan. Betul kan?
Semasa usia sekolah, mereka harus belajar dan berlatih untuk respek. Belajar dan berlatih untuk proaktif. Semua itu dilakukan siswa atau mahasiswa untuk membangun dan menempa dirinya sendiri untuk masa depan mereka sendiri. Ketika berhasil membangun diri sendiri, maka akan tumbuh kepercayaan dari orang lain, minimal orang-orang yang ada di sekitarnya yang secara otomatis akan memberikan respek yang sama pada mereka.
Itulah mengapa saya tidak melakukan presensi manual pada mahasiswa yang terlambat mengisi presensi digital pada sistem informasi akademik. Saya tidak melakukan intervensi atau campur tangan apapun terhadap presensi mahasiswa. Siapa pun Anda. Presensi Anda adalah tanggung jawab Anda sendiri. Selama sistem berjalan baik dan benar. 😐
Semoga manfaat dan barokah.