Hari ini seorang mahasiswa menghubungi saya untuk wawancara tugas kuliah. Ia ingin mewawancarai tentang buku Read yang pernah saya tulis bersama komunitas buku.
“Apakah sebelumnya pernah menulis buku?” tanya dia mengawali pertanyaan, setelah meminta izin merekam wawancara.
Saya agak lama menjawab sambil mengingat-ingat buku apa yang pernah saya tulis. “Tidak mbak, eh… pernah, tapi buku ajar, dulu…” kataku setelah ingat lebih dari 15 tahun yang lalu.
Ups… lama banget. Wkwkwk…
“Menurut Bapak, lebih baik mana, buku digital atau buku cetak?”
Menurut saya, dua-duanya sama baik. Buku digital itu lebih praktis, tapi juga sulit. Saya berlangganan media cetak premium, punya koleksi buku-buku digital, tapi juga punya koleksi buku cetak. Saya punya perpustakaan kecil di rumah.
Buku digital dalam berbagai format, menurut saya lebih ringkas. Bagi mahasiswa ilmu komputer atau teknik itu memudahkan copy-paste, terutama kalau isinya kode program. Sumber digital ini memudahkan untuk mengerti materi pelajaran langsung dengan praktik.
Sedangkan buku fisik, kita harus paham konteksnya lebih dulu, baru bisa menuliskan sendiri kode program tersebut tanpa harus copy-paste. Ini akan membekas di kepala dan lebih mudah diingat.
Kelemahan buku digital atau sumber digital lainnya, mudah lupa materinya, bukunya juga mudah diabaikan, mudah juga hilang di ingatan maupun di hardisk, terhapus. Sedangkan buku fisik, mudah kusut. lecek, sobek kalau tersiram air, atau dipinjam dan gak balik.
Bagi saya, baik buku digital maupun buku fisik itu sama pentingnya. Google sangat membantu menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat. Mencari sesuatu menjadi lebih mudah jika dibanding buku fisik. Apalagi bukunya bersih terus, tak ada stabilo.
Saat ini, lewat apa pun bisa kita ambil sebagai pelajaran, tidak terbatas pada buku digital atau buku fisik. Silakan manfaatkan banyak sumber tersebut, tapi hati-hati dan bijaksana.
“Menurut Bapak, bagaimana agar mahasiswa suka membaca buku?” tanya dia.
Menurut saya ada tiga hal. Pertama, suka membaca itu tergantung orang, tapi bisa dilatih. Orang suka sesuatu itu karena ada hormon di kepalanya yang membuat dia suka.
Apa ya namanya. Di kepala di bagian Amigdala kalau tidak salah ada hormon. Apabila hormon itu keluar, berarti orang tersebut bisa menikmati membaca buku. Supaya hormon keluar, bagaimana caranya? Ya dilatih dengan cara dirangsang dengan banyak membaca buku.
Kedua, ada perpustakaan. Kalau hanya mengandalkan diri sendiri untuk menyukai membaca buku, ya tidak bisa. Kita butuh perhatian dan dukungan. Tidak semua buku mampu dibeli sendiri. Perpustakaan itu wajib, syukur-syukur lengkap sesuai apa yang kita butuhkan.
Mari memanfaatkan perpustakaan kampus, misalnya, minimal meminjam dan mempelajarinya untuk menambah wawasan. Agar tidak asal copas di medsos dan terhindar dari hoax kiriman orang.
Selesai baca buku, supaya isi buku membekas dan tidak cepat lupa, tulislah ulang, buat sinopsis atau ulasan singkat di blog, buat video copywriting reels lalu posting di Instagram. Kalau banyak viewer, Insyaallah cuan akan datang.
Ketiga, ikut komunitas. Ini penting banget karena ternyata teman-teman komunitas lebih banyak tahu daripada diri sendiri, menjadi penyemangat, bahkan informasi buku keren berasal dari mereka. Di komunitas, kita akan banyak belajar sehingga menambah wawasan.
Nah. Itu menurut saya. Mudah-mudahan tips ini membuat semangat membaca buku dan mengambil pelajaran penting di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.