
Rabu (8/11), pukul 20.30-22.00 wita kelas TIB3J melaksanakan UTS SBD. Ujian tulis praktikum pemodelan basis data di Lab C menggunakan Lentera, diikuti 19 dari 23 orang mahasiswa. Foto: dok. pribadi
SETIAP semester sebenarnya bisa membuat laporan tulis, entah dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (Action Research), buku, atau makalah yang masuk di jurnal terpublikasi, baik Nasional maupun Internasional. Baik ada uang atau tidak.
Darimana sumbernya?
Taruhlah menulis PTK, maka sumbernya adalah pelaksanaan pembalajaran di setiap semester. PTK ternyata dilakukan hampir setiap semester untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dalam satu tahun akademik, atau bahkan dari tahun ke tahun.
Data PTK bisa melibatkan beberapa semester sebelumnya, misalnya, menggunakan data PTK pada semester sebelumnya. Dari sana, seorang guru atau dosen mempelajari apa saja keberhasilan yang dicapai di semester itu dan bagaimana meningkatkannya di semester berikutnya.
Contoh. Di awal semester ini, saya sampaikan hasil pembelajaran mahasiswa pada dua semester sebelumnya. Dari data nilai akhir, saya tunjukkan mengapa seorang mahasiswa bisa mendapatkan nilai A hingga E.
Dari sana tampak sekali ternyata mahasiswa yang mendapat nilai E bukanlah mahasiswa bodoh. Bahkan, terungkap mereka sebenarnya mahasiswa pintar. Hanya saja, beberapa nilainya tidak lengkap, kosong dan tidak ada upaya untuk memenuhi nillai kosong itu.
Di semester berikutnya, yang mendapatkan nilai E dan nilai rendah makin beragam. Mereka banyak yang gagal dalam menyelesaikan dengan tuntas UTS maupun UAS. Kebanyakan gagal mengumpulkan tepat waktu.
Memang, semuanya saya beri batasan waktu. Tujuannya, melatih mereka agar responsif, respek terhadap tugas dan kewajibannya, bisa menentukan prioritas mana yang seharusnya menjadi kewajiban untuk dipersiapkan dan diselesaikan sebaik-baiknya.
Lebih-lebih, mengurangi sifat suka menunda-nunda waktu (procrastinator). Dengan begitu, ketika mereka gagal menyelesaikan, mereka belajar untuk tidak mengulangi kesalahannya di waktu berikutnya.
Beberapa kesalahan tersebut saya paparkan di awal kuliah. Tujuannya, mahasiswa dapat mengambil pelajaran dan tidak mengikuti aksi yang dilakukan kakak tingkatnya.
Saya sebagai dosen juga harus mengubah gaya mengajar. Bisa jadi, di semester sebelumnya, mahasiswa gagal memahami apa yang saya sampaikan sehingga gagal pula menyelesaikan ujian tepat waktu.
Terbukti, di UTS kemarin, 100% mahasiswa berhasil submit ujian tulis di LMS Lentera. Semester sebelumnya malah kurang dari itu.
Apa strateginya?
1.) Diberi latihan sebelumnya. Dipertemuan awal saya berikan kuis-kuis di akhir pertemuan kuliah. Kuis dan tugas diberi batas waktu. Dengan begitu akan menjadi latihan bagi mereka untuk submit tepat waktu.
2.) Meski demikian, masih saja ada beberapa mahasiswa yang terlambat dan gagal submit. Mereka kemudian mengirimkan jawaban lewat WhatsApp. Padahal, mereka sudah diberitahu sebelumnya kalau mengirimkan jawaban lewat WhatsApp, maka akan ditolak.
Tujuannya, untuk memberi pelajaran pada mereka bahwa semua yang dilakukan, mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai saat evaluasi ujian adalah satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisah. Mahasiswa harus memahami itu dan belajar dari kekurangannya.
3.) Saat pelaksaan ujian, ujian daring sebaiknya dilakukan di kampus, bukan di rumah. Mengapa? Ujian di kampus membuat saya sebagai dosen menunggui dan mengingatkan mereka apabila waktu mau berakhir.
Saya harus berteriak kepada mereka 15 menit sebelum ujian berakhir. Ini membuat mereka segera menyelesaikan ujian sesegera mungkin. Bisa menjawab atau tidak harus segera dikumpulkan. Jika terlambat, maka ujian mereka tidak diterima sistem. Hasilnya, 100% berhasil.
Berlanjut…