
Thumbnail wawancara Ekslusif Prof. Satryo dengan jurnalis Zilvia dari Metro TV di YouTube.
VIRAL, wawancara Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek), Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro bersama jurnalis Zilvia Iskandar dari Metro TV, Jumat (3/1/2025) kemarin. Viralnya konten ini saya terima lewat grup WhatsApp yang disertai catatan poin-poin oleh orang yang menyebarkan.
Sayangnya, poin-poin itu sangat tidak lengkap, terlalu singkat, hanya fokus pada hal tertentu, banyak informasi yang hilang, dan mengandung opini si penyebar.
Syukurlah, sekarang ada AI yang bisa membantu mentranskripsi dan memperbaiki pernyataan Pak Menteri hingga menyusunnya menjadi sebuah tanya jawab yang cukup jelas dipahami di bawah ini.
Berikut ringkasan wawancara Prof. Satryo (Menteri Satryo) dengan Zilvia Iskandar (Jurnalis).
1. Pemecahan Kementerian dan Efektivitas Kerja
Jurnalis: Dunia usaha dan industri berlari kencang, menuntut sumber daya manusia dengan kompetensi mumpuni. Bagaimana pemecahan Kemendikbud Ristek menjadi tiga kementerian, dengan salah satunya Kemendikti Sains dan Teknologi, menjawab kebutuhan ini?
Menteri Satryo: Dari sisi kemudahan bergerak, pemecahan ini justru membuat lebih leluasa. Anggaran relatif sama; dulu gabungan 93 triliun, sekarang Kemendikti Saintek sekitar 33 triliun. Kami di Mendikti Saintek mendapat 57 triliun, dan Kementerian Budaya 2 triliun. Jadi, Kemendikti Saintek memang mendapat porsi anggaran terbesar.
Jurnalis: Apakah pemecahan ini membuat kementerian Anda lebih efektif atau justru lebih sulit bergerak karena anggaran terbatas?
Menteri Satryo: Dari sisi kemudahan bergerak, malah lebih leluasa. Anggaran hampir sama, hanya Kemendikdasmen mencatat sebagian anggaran daerah. Kami di perguruan tinggi langsung mendanai dari pusat. Jadi, paling besar tetap di Kemendikdasmen tapi anggarannya sebagai daerah.
2. Anggaran dan Janji yang Tertunda
Jurnalis: Kami dengar, tiga kementerian ini tetap meminta tambahan anggaran?
Menteri Satryo: Kami meminta tambahan anggaran karena ada beberapa janji dari kementerian terdahulu yang belum terpenuhi dan adanya perubahan kebijakan, salah satunya pembayaran tukin dosen. Sejak Maret lalu sudah disiapkan, tapi belum dieksekusi. Kami sekarang melihat ada anggaran yang harus ditambahkan lagi.
Jurnalis: Jadi, program sudah ada dari Maret 2024, tapi anggaran belum cukup?
Menteri Satryo: Betul. Dan untuk itu kita minta tambahan, karena ini sudah menjadi janji.
Jurnalis: Berapa tambahan yang dibutuhkan?
Menteri Satryo: Untuk sampai Desember ini, kami butuh sekitar 2 triliun untuk pembayaran tukin dosen yang tertunda karena masalah keuangan negara.
3. Masalah Mendasar Pendidikan Tinggi dan Prioritas
Jurnalis: Prof pernah mengatakan tiga masalah dasar pendidikan tinggi: ketimpangan akses, kualitas, dan relevansi. Mana yang menjadi prioritas?
Menteri Satryo: Prioritas kami adalah keterkaitan perguruan tinggi dengan masyarakat, tidak hanya industri. Perguruan tinggi harus berdampak kepada masyarakat. Manfaatnya perlu didefinisikan dengan baik. Perguruan tinggi diharapkan “belanja masalah” pada masyarakat.
Jurnalis: Apa selama ini tidak seperti itu?
Menteri Satryo: Mungkin belum. Selama ini perguruan tinggi punya visi sendiri, menciptakan tenaga terampil dan intelektual, tapi kurang melihat kebutuhan masyarakat. Akibatnya, lulusan ahli tapi belum sesuai kebutuhan industri dan masyarakat. Ini dilematis.
Menteri Satryo: Kalau hanya mengandalkan pada masyarakat yang kebutuhannya sederhana, industri kita yang teknologinya rendah tidak akan maju. Kita tidak punya high-tech industry, sehingga lulusan perguruan tinggi enggan kerja di industri dengan teknologi rendah. Industri pun cenderung merekrut lulusan SMK yang lebih murah.
Menteri Satryo: Saat ditugaskan, saya usul pada Presiden perlu terobosan baru. Pendidikan kita dorong setinggi dan seluas mungkin, dan harus relevan dengan masyarakat dan industri. Bersamaan dengan itu, industri juga harus dibangun.
4. Mengatasi Persoalan yang Berulang dan Perubahan di Era Satryo
Jurnalis: Persoalan ini sudah bertahun-tahun, berganti menteri tapi masalah tetap sama. Apa yang akan berbeda di zaman Prof. Satrio?
Menteri Satryo: Insyaallah, perbedaannya adalah kami akan mendorong perguruan tinggi mampu mendorong pertumbuhan industri Indonesia.
Jurnalis: Bagaimana caranya? Perlu insentif?
Menteri Satryo: Insentif riset akan terus ditingkatkan. Dana LPDP yang besar, kita akan manfaatkan untuk beasiswa dan riset. Pemerintah juga harus berinvestasi di bidang industri. Kita perlu investasi, mendatangkan perusahaan asing, bangun pabrik di sini.
Jurnalis: Yang mana bisa dilakukan dengan cepat?
Menteri Satryo: Industri berbasis digital. AI, misalnya. Kami juga bermitra dengan luar negeri terkait AI, menyiapkan talenta dan bekerja sama untuk pengadaan perangkat. Sementara untuk jangka panjang, kita perlu bangun industri manufaktur dengan nilai tambah tinggi dan berbasis riset.
5. Beban Administrasi Dosen dan Deregulasi
Jurnalis: Dosen harus fokus, jangan terbebani administrasi. Prof tahu ini masalah besar. Apa langkah Kemendikti untuk mengurangi beban administrasi dosen?
Menteri Satryo: Ini obsesi saya sejak 2000. Perguruan tinggi harus otonom tapi akuntabel. Kalau otonom, dia punya keleluasaan mengatur diri. Akibatnya, tidak terbebani macam-macam.
Menteri Satryo: Karena otonomi belum utuh, mereka (dosen) terikat peraturan BKN dan Menpan RB. Kita benahi ini lagi. Dulu, saya lihat sudah 20 tahun lebih, tidak ada perubahan.
Jurnalis: Target deregulasi kapan selesai?
Menteri Satryo: Saya harap Januari sudah tuntas. Kita akan kurangi aturan dan tidak menambah yang baru. Deregulasi harus mengurangi aturan, bukan mengubah saja. Saya minimalisir aturan itu.
Menteri Satryo: Dulu, orang bilang, “Bagaimana kalau tidak diatur, mereka seenaknya?” Saya katakan, jangan curiga dulu, mereka orang baik semua. Yang nakal satu dua saja. Jangan sampai karena aturan ketat untuk yang nakal, yang baik-baik malah terkorbankan.
6. Otonomi Perguruan Tinggi dan Dampaknya
Jurnalis: Perguruan tinggi otonom sepenuhnya, apakah tidak jadi bumerang atau sudah dimitigasi dampaknya?
Menteri Satryo: Perguruan tinggi di luar negeri semuanya otonom. Di kita, PTS sudah otonom tapi masih ada aturan pusat. Yang dikhawatirkan adalah kalau perguruan tinggi memungut uang kuliah terlalu tinggi. Ini debatable. Perguruan tinggi negeri yang didanai pemerintah mengatakan dananya belum cukup. Maksimal dari pemerintah hanya setengah kebutuhan, sisanya cari dari mahasiswa. Pemerintah tidak akan mengurangi, malah akan ditambah.
Menteri Satryo: Otonom bukan berarti bayar sendiri. Otonom itu tata kelolanya. Pembuatan keputusan, kebijakan, kurikulum, prodi, program magang, dan sebagainya. Dosen di PTN pun harusnya non-PNS supaya otonom.
7. Kesejahteraan Dosen dan Peran Pemerintah
Jurnalis: Dosen bertanya, bagaimana dengan nasib mereka terkait kesejahteraan guru yang naik?
Menteri Satryo: Manusiawi, siapa yang tidak ingin naik? Saya mempertimbangkan peningkatan tunjangan dosen swasta, tapi harus cek aturan dulu. Dosen swasta tidak boleh dibayar pemerintah.
Jurnalis: Justru fokusnya di swasta?
Menteri Satryo: Yang negeri sudah lumayan, tapi swasta lebih kecil lagi. Saya pernah usul pada PTS untuk menaikan gaji dosen swasta. Mereka bilang yayasannya tidak cukup. Malah mereka minta kita untuk kirim dosen negeri supaya bisa membantu.
Menteri Satryo: Solusinya, mungkin bukan tambah gaji, tapi memberikan bantuan kepada PTS yang nanti bisa digunakan untuk dosen, mahasiswa, atau apa pun. Karena gaji dosen swasta rata-rata di bawah 3 juta. Jadi, kita cek aturannya.
8. Membantu Dosen Swasta dan Peningkatan Kualitas
Jurnalis: Apakah dengan memberikan bantuan ke PTS akan menjamin peningkatan kualitas juga?
Menteri Satryo: Kami menggunakan satu cara dengan meminta perguruan tinggi, kalau kita beri bantuan apa yang mau dikerjakan. Jadi ada request mereka, dan tanya untuk apa uang itu supaya bermanfaat.
Jurnalis: Jadi, mereka harus buat proposal program?
Menteri Satryo: Program untuk apa kalau kita tambah segini? Dampaknya apa? Supaya uang itu bermanfaat.
9. Evaluasi Dana Abadi dan Beasiswa LPDP
Jurnalis: Bagaimana Kemendikti mengevaluasi dana abadi di LPDP, terutama soal banyaknya penerima beasiswa yang tidak kembali ke Indonesia?
Menteri Satryo: Karena itu dana abadi pendidikan, dana pemerintah, penerima beasiswa harus pulang. Idealnya setelah lulus langsung pulang. Data yang ada, 95% pulang. Yang masih di sana 4%, dan ada 1% yang sedang proses hukum karena tidak mau pulang.
Menteri Satryo: Lainnya belum pulang karena ilmu yang mereka kuasai sangat advance dan tidak ada tempatnya di Indonesia. Kalau pulang ke sini, mereka mau kerja di mana? Ini juga jadi masalah. Kita pun belum punya lembaga riset yang setara dengan level ilmu mereka.
Menteri Satryo: Mereka itu tetap merah putih, dan bisa jadi duta kita di luar negeri. Siapa tahu nanti dapat hadiah nobel? Kita harus melihat ini sebagai investasi. Bibitnya unggul, lahan kita belum subur, harus ada yang menyuburkan. Jadi, menang nobel, Indonesia yang muncul.
Jurnalis: Lalu, bagaimana dengan perbaikan akuntabilitas dan tata kelola LPDP?
Menteri Satryo: Regulasi sudah cukup, tinggal pelaksanaannya saja. Kita juga berharap mereka jujur dan komunikatif.
10. Persoalan UKT dan Solusinya
Jurnalis: Bagaimana pemerintah membenahi soal kenaikan UKT?
Menteri Satryo: Kita pastikan perguruan tinggi mendapat dana sesuai jatahnya dari anggaran pemerintah. Kalau sudah sesuai, mereka tidak boleh menambah UKT lagi. Kita batasi maksimumnya sesuai daya beli masyarakat.
Menteri Satryo: Ada beberapa perguruan tinggi yang mungkin perlu ditegur karena mencari tambahan dengan menaikkan UKT. Kalau memang dana dari pemerintah belum cukup, kita mau check and balance dulu.
Menteri Satryo: Kalau ada mahasiswa tidak punya uang untuk kuliah, rektor harus turun tangan. Negara akan membayar. Ada beasiswa dari pemerintah, tinggal mau ngurus atau tidak.
Jurnalis: Apakah ini tergantung pada kebijakan rektorat masing-masing?
Menteri Satryo: Dari awal, kita sudah mengatakan akan bantu mereka beasiswa. Kita minta perguruan tinggi ajukan, butuh berapa untuk tahun ini. Nanti kita lihat postur anggarannya, kalau mungkin kita kasih. Jadi ada pos seperti itu. Kalau kemudian peminatnya tambah, mereka juga harus ada upaya. Minta tambahan mungkin kita bisa tambahkan juga kalau ada kebutuhan seperti itu.
Menteri Satryo: Kita harus melihat wisdom dari rektor yang bersangkutan. Dia seorang pemimpin, leader. Dia harus wise. Kalau anak yang enggak punya uang untuk kuliah, itu urusan dia, kenapa naik nasional gitu kan? Berarti, mungkin rektornya juga yang enggak handle this matter properly. Cepat-cepat diatasi.
Jurnalis: Jadi, kenaikan UKT gimana, Prof? Jadi atau tidak?
Menteri Satryo: Standarnya tetap, tidak ada kenaikan. Batasnya ada. Rangenya tidak berubah dari pemerintah. Kalau ada yang mengambil lebih tinggi, hati-hati, jangan dong. Kalau kemampuannya tidak tinggi, jangan kasih yang tinggi. Kita kasih yang paling rendah. Kalau ada yang mau cari tambahan, ya ambil yang porsi lebih tinggi.
Jurnalis: Memitigasi upaya cari tambahan, apakah akan ada intervensi Kemendikti?
Menteri Satryo: Kalau terus terjadi seperti itu, kami bisa ambil tindakan. Pada saat anggaran berikutnya, kita bisa mengurangi support untuk mereka. Tapi kalau mereka kembali ke batas semula, tetap kita bantu seperti yang sudah dianggarkan. Atau mungkin menggunakan cara lain, misalnya kita batasi jumlah mahasiswa yang kita terima. Supaya tidak terjadi pungutan atau tarif di luar kemampuan mahasiswa.
11. Membuka Peluang di Luar Negeri
Menteri Satryo: Saya juga mulai melihat peluang teman-teman yang punya kualifikasi tinggi, silakan cari deh pekerjaan di tempat lain. Di luar Indonesia kalau perlu.
Jurnalis: Pernyataan Prof. kadang kontroversial, “Disuruh cari kerjaan saja di luar sana”
Menteri Satryo: Iya. Karena kita belum bisa kasih pekerjaan mereka. Artinya kita harus mengakui kekurangan kita dulu, karena kita masih impor everything. Kita tidak bisa kasih lapangan kerja ke mereka.
Menteri Satryo: Kenapa keluar? Saya katakan, kami di bidang teknik sudah ada pengakuan internasional, bahwa insinyur kita diakui di 23 negara. Mereka bisa bekerja dimanapun, mobilitas mudah sekali. Mas, Mbak, silakan bekerja di mana. Masuk ke situlah. Merah putih tetap ya.
Menteri Satryo: Kemudian, kalau ada peluang di luar, bawa ke sini. Kita join, bikin pabriknya di sini. Jadi, mereka kerja di sana sambil mencari peluang untuk bangun Indonesia.
Jurnalis: Seharusnya ini saya tanyakan ke menteri lain juga, Prof. Ini tugas dari hulu ke hilir. Bagaimana mensinergikan dengan kementerian lain? Terutama perindustrian dan perdagangan.
Menteri Satryo: Itu urusan presiden. Nanti saya lapor beliau kondisi seperti ini. Beliau mungkin punya cara. Tapi kami juga secara skala kecil, kita develop juga industri yang memang bisa kita bangun sendiri, tanpa sektor lain. Yang startup, research based dan sebagainya. Semoga bisa menciptakan opportunity untuk employment.
12. Peran Kementerian dan Kesimpulan
Menteri Satryo: At least kan kasihan mereka itu. Tugas kita kan harus tuntas.
Jurnalis: Terima kasih banyak Prof sudah menuntaskan dialog di Kontroversi. Ada banyak sekali pekerjaan rumah tapi dengan semangat Prof., dengan leadership yang kuat, kami berdoa semoga persoalan pendidikan tinggi, sains, dan teknologi akan mengalami kemajuan yang pesat.
Menteri Satryo: Amin. Insyaallah. Terima kasih.
Kesimpulan:
Wawancara dengan Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro mengungkap kompleksitas tantangan pendidikan tinggi di Indonesia, mulai dari anggaran, relevansi, hingga kesejahteraan dosen dan lulusan.
Menteri Satryo menyoroti pentingnya otonomi perguruan tinggi, relevansi kurikulum, pengembangan riset, dan peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Beliau menekankan perlunya reformasi di berbagai sektor pendidikan tinggi, termasuk deregulasi dan bantuan untuk perguruan tinggi swasta.
Beliau juga menekankan pentingnya sinergi antar kementerian dalam membangun industri dalam negeri untuk mengakomodasi lulusan perguruan tinggi dan mempersiapkan Indonesia menghadapi tantangan global.
Meski begitu, Menteri juga tidak menampik bahwa generasi muda Indonesia yang memiliki kualifikasi tinggi bisa bekerja di luar negeri sambil memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa.