
Ilustrasi: Dosen bidang Digital Entrepreneurship. Foto: Grok AI
KESEJAHTERAAN dosen di Indonesia adalah isu kompleks yang tak pernah usai dibahas akhir-akhir ini. Khususnya, pasca pernyataan Kemendikti Saintek yang menyebut bahwa tahun 2025 ini tidak ada Tunjangan Kinerja alias Tukin dosen ASN.
Di satu sisi, bagi dosen swasta atau non-ASN, juga menerima tuntutan yang sama, yakni untuk terus berkarya, melakukan riset, dan mengabdi pada masyarakat begitu tinggi.
Di sisi lain, realitas gaji dan tunjangan yang seringkali dinilai belum memadai menjadi penghalang bagi banyak dosen untuk mengoptimalkan potensi dirinya.
Di tengah perdebatan ini, muncul pandangan yang menawarkan perspektif baru bahwa kesejahteraan dosen seharusnya tidak hanya bergantung pada gaji dan tunjangan semata, tetapi juga pada modal sosial dan jaringan yang dibangun dengan sungguh-sungguh.
Lantas, bagaimana kita memahami pandangan ini dan menerapkannya dalam realitas kehidupan dosen di Indonesia?
Tulisan ini sedikit mengulas pandangan tersebut dengan menelaah tantangan yang ada, dan memberikan panduan praktis untuk mencapai kesejahteraan dosen yang komprehensif.
Memahami Pandangan Kesejahteraan Dosen
Seorang pengamat pendidikan menyentil pandangan umum yang selalu mengaitkan kesejahteraan dosen dengan besaran gaji dan tunjangan. Ia berpendapat bahwa:
- Gaji dan Tukin hanyalah Kebutuhan Dasar. Gaji dan tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen hanyalah pemenuhan kebutuhan dasar, seperti untuk mencicil rumah sederhana atau paling tidak untuk membeli mobil setara LCGC. Namun, ini bukanlah inti dari kesejahteraan yang hakiki.
- Modal Sosial menjadi Kunci Kesejahteraan Dosen. Kesejahteraan dosen yang sesungguhnya dibangun oleh modal sosial, yaitu jaringan dan hubungan yang terjalin baik dengan kolega, mahasiswa, alumni, dan para pemangku kepentingan pendidikan.
- Fokus pada Pengembangan Diri. Untuk itu, seorang dosen hendaknya tidak terlalu fokus pada keluhan terkait gaji dan tunjangan. Pandangan ini mendorong para dosen untuk lebih fokus pada pengembangan diri dan membangun modal sosial.
Pandangan ini bukan untuk menafikan pentingnya gaji yang layak, tetapi lebih kepada memberikan pemahaman yang lebih holistik.
Pandangan ini mengajak para dosen untuk melihat bahwa kesejahteraan dosen adalah ekosistem yang terdiri dari berbagai faktor, bukan hanya masalah finansial semata.
Tantangan Realitas: Mengurai Benang Kusut Kesejahteraan Dosen Indonesia
Penting untuk diakui bahwa kondisi finansial dosen di Indonesia masih menjadi permasalahan serius saat ini. Banyak dosen, terutama di perguruan tinggi swasta atau dosen dengan status non-PNS, merasakan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini tentu berdampak pada:
- Motivasi Berkarya: Kekurangan finansial dapat menurunkan motivasi dosen untuk melakukan riset, menulis buku, atau mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif.
- Kualitas Pengajaran: Dosen yang terbebani masalah ekonomi seringkali tidak dapat memberikan pengajaran yang optimal.
- Pengembangan Profesional: Kesulitan finansial menghambat dosen untuk mengikuti pelatihan, seminar, atau konferensi yang penting untuk pengembangan profesional.
Namun, di tengah tantangan ini, kita tidak boleh terjebak pada mentalitas korban. Kita perlu melihat bahwa ada aspek lain yang juga penting untuk diperhatikan, yaitu modal sosial dan jaringan yang dimiliki.
Menyelaraskan Perjuangan Gaji Layak dengan Pembangunan Modal Sosial
Lantas, bagaimana cara kita menyelaraskan perjuangan untuk gaji yang layak dengan pembangunan modal sosial, terutama di tengah keterbatasan finansial? Berikut beberapa strategi praktis:
Bersuara dengan Bijak, Berkarya dengan Optimal:
- Menyuarakan Aspirasi: Dosen perlu menyuarakan aspirasi terkait gaji dan tunjangan yang layak melalui jalur yang tepat (organisasi profesi, forum diskusi, serikat dosen).
- Berkarya dengan Kualitas: Di saat yang sama, dosen juga perlu fokus untuk menghasilkan karya-karya yang berkualitas, baik dalam bidang pendidikan, penelitian, maupun pengabdian masyarakat.
Memanfaatkan Modal Sosial dengan Bijak:
- Membangun Jaringan Tanpa Biaya: Memanfaatkan media sosial, platform online, dan grup diskusi profesi untuk membangun jaringan tanpa biaya yang besar.
- Mengikuti Kegiatan Profesional Gratis: Memanfaatkan webinar, seminar, atau forum diskusi yang gratis untuk memperluas pengetahuan dan jaringan.
- Menginisiasi Kelompok Belajar: Membentuk kelompok belajar dengan kolega untuk saling berbagi pengetahuan dan ide.
- Memaksimalkan Fasilitas Kampus: Memanfaatkan perpustakaan, laboratorium, atau ruang diskusi di kampus untuk riset dan interaksi profesional.
Mengoptimalkan Kolaborasi dan Peluang:
- Riset Kolaboratif: Mengajak dosen lain untuk berkolaborasi dalam riset, dengan pembagian sumber daya dan tanggung jawab.
- Hibah Penelitian: Mengajukan proposal penelitian untuk mendapatkan hibah dari kampus, lembaga pemerintah, atau swasta.
- Pengabdian Masyarakat: Terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat untuk memperluas jaringan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
- Mencari Peluang Tambahan: Jika memiliki keahlian tertentu, mencari peluang untuk menjadi konsultan, narasumber, atau pengajar di luar kampus untuk menambah pendapatan.
Mengelola Keuangan dengan Cerdas:
- Rencana Anggaran: Membuat rencana anggaran yang jelas untuk memprioritaskan kebutuhan penting dan mengalokasikan dana untuk pengembangan diri.
- Investasi pada Diri Sendiri: Memprioritaskan dana untuk mengikuti pelatihan, seminar, atau membeli buku yang dapat meningkatkan kualitas diri.
- Gaya Hidup Sederhana: Menghindari gaya hidup konsumtif dan memprioritaskan kebutuhan di atas keinginan.
Modal Sosial: Investasi Jangka Panjang untuk Kesejahteraan
Penting untuk dipahami bahwa modal sosial bukan sekadar mencari koneksi, tetapi lebih pada membangun hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan. Modal sosial yang kuat akan memberikan banyak manfaat bagi dosen, seperti:
- Peluang Kolaborasi Riset: Jaringan dengan dosen lain akan membuka pintu bagi kolaborasi riset yang inovatif dan berdampak.
- Akses Pendanaan: Hubungan baik dengan lembaga riset atau industri dapat mempermudah akses ke sumber pendanaan.
- Pengembangan Karier: Jaringan yang luas dapat membantu dosen mendapatkan peluang menjadi narasumber, reviewer, konsultan, atau promosi jabatan.
- Pengayaan Materi Ajar: Jaringan dengan praktisi di lapangan akan memperkaya materi ajar, sehingga relevan dengan perkembangan terkini.
Kesimpulan: Kesejahteraan Dosen adalah Tanggung Jawab Bersama
Pandangan pengamat ini menjadi pengingat yang kuat bahwa kesejahteraan dosen tidak hanya bergantung pada pemerintah atau kebijakan kampus semata, tetapi juga pada upaya dan inisiatif dari dosen itu sendiri.
Kesejahteraan dosen adalah ekosistem yang kompleks, yakni terdiri atas gaji yang layak, modal sosial yang kuat, dan jaringan yang luas saling berkaitan.
Oleh karena itu, kita perlu bekerja bersama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung kesejahteraan dosen.
Pemerintah dan kampus perlu memastikan bahwa gaji dan tunjangan yang diberikan layak, dan dosen juga perlu proaktif membangun modal sosial dan jaringan untuk mencapai kesejahteraan yang lebih bermakna dan berkelanjutan.
Mari kita jadikan pandangan ini sebagai inspirasi untuk terus berbenah, bekerja keras, dan berkolaborasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi dosen dan pendidikan Indonesia.