Pada Semester I 2025, Provinsi Jawa Timur tercatat memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di Indonesia, dengan angka mencapai sekitar 3,88 juta jiwa. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ini menempatkan Jawa Timur di urutan pertama, diikuti oleh Jawa Barat dengan 3,65 juta jiwa dan Jawa Tengah dengan 3,37 juta jiwa.
Tingginya angka kemiskinan absolut di tiga provinsi padat penduduk di Pulau Jawa ini menggarisbawahi tantangan erat antara besarnya populasi dan kerentanan ekonomi.
Di sisi lain, wilayah dengan jumlah penduduk lebih sedikit, terutama di bagian timur Indonesia, menunjukkan jumlah penduduk miskin yang lebih rendah. Provinsi-provinsi seperti Papua Barat Daya dan Kalimantan Utara tercatat memiliki jumlah penduduk miskin terendah secara absolut.
Perbedaan signifikan ini menyoroti karakteristik kemiskinan yang beragam di seluruh nusantara, di mana beberapa daerah berjuang dengan skala kemiskinan yang besar akibat populasi yang tinggi, sementara daerah lain menghadapi tantangan terkait akses dan pemerataan pembangunan.
Secara nasional, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, atau setara dengan 8,47% dari total populasi. Angka ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Berikut adalah daftar 10 provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak per Maret 2025 menurut data BPS:
- Jawa Timur: 3.875.880 orang
- Jawa Barat: 3.654.740 orang
- Jawa Tengah: 3.366.690 orang
- Sumatera Utara: 1.140.250 orang
- Nusa Tenggara Timur: 1.088.780 orang
- Sumatera Selatan: 919.600 orang
- Lampung: 887.020 orang
- Banten: 772.780 orang
- Aceh: 704.690 orang
- Sulawesi Selatan: 698.130 orang
Perlunya Pendekatan Berbeda dalam Penanggulangan Kemiskinan
Menanggapi disparitas angka kemiskinan antarwilayah, muncul diskusi mengenai perlunya pemerintah menerapkan strategi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi unik setiap provinsi.
Tantangan di Wilayah Padat Penduduk (Pulau Jawa):
Di provinsi-provinsi dengan populasi besar seperti di Jawa, tingginya jumlah penduduk miskin seringkali berkaitan dengan persaingan ketat di pasar kerja, terbatasnya lahan, dan tekanan pada sumber daya. Strategi yang relevan untuk wilayah seperti ini dapat mencakup:
- Pemberdayaan Ekonomi dan UMKM: Peningkatan akses terhadap modal, pelatihan keterampilan, dan pemasaran bagi usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
- Program Padat Karya Tunai: Program ini bertujuan untuk memberikan pendapatan langsung kepada masyarakat miskin sekaligus membangun infrastruktur lokal.
- Perlindungan Sosial yang Tepat Sasaran: Memastikan bahwa bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan pangan non-tunai diterima oleh mereka yang paling membutuhkan.
Tantangan di Wilayah Kurang Padat dan Tertinggal (Indonesia Timur):
Sementara itu, di wilayah seperti Papua dan Kalimantan, jumlah absolut penduduk miskin mungkin lebih rendah, namun persentase kemiskinan seringkali lebih tinggi, yang diiringi dengan tantangan geografis dan aksesibilitas. Pendekatan yang dibutuhkan di sini meliputi:
- Pembangunan Infrastruktur Dasar: Peningkatan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan sanitasi, serta konektivitas antarwilayah untuk membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
- Peningkatan Akses Layanan Dasar: Membangun lebih banyak sekolah dan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
- Pemberdayaan Berbasis Kearifan Lokal: Mengembangkan program pemberdayaan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan kearifan lokal, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pemerintah sendiri telah mengakui perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Kolaborasi yang melibatkan akademisi, organisasi masyarakat, dan media massa juga diharapkan dapat memperkuat upaya percepatan penghapusan kemiskinan.
Pemerintah daerah memegang peranan kunci dalam implementasi kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi lokal, sementara pemerintah pusat dapat memberikan dukungan intervensi, terutama di daerah-daerah dengan kapasitas fiskal yang terbatas.
