SORE ini Kantor Staf Presiden atau KSP RI di Jakarta lewat media elektronik detik.com menampilkan siaran langsung Istana Menjawab Isu Terkini. Siaran ini dipimpin langsung Jenderal (Purn) Moeldoko bersama staf, Kamis (11/2).
Siaran langsung lewat jalur Internet ini membuat saya tertarik untuk mengikutinya. Ada apa sih? Begitu gumam saya. Ini pasti penting banget.
“Acara ini spontan saja, tidak ada persiapan khusus,” kata Pak Moeldoko sambil tersenyum.
Yup, benar saja apa yang dikatakan Pak Moeldoko bahwa acara itu spontan dan tidak ada persiapan khusus. Ini lantaran isi keluhan dari masyarakat tampak bagi sebagian orang bisa jadi dinilai tidak atau kurang substansial. KSP telah mengakui hanya menjawab yang mudah untuk dijelaskan saja.
Misalnya, ada keluhan masyarakat yang meminta Partai Golkar minta maaf. Tentu saja KSP tidak bisa menjawab. Lha, ada apa? Bisa jadi pertanyaan tersebut muncul karena anggapan sebagian masyarakat bahwa pemerintah itu ya Partai Golkar, sama seperti zaman orde baru.
Ada yang lagi yang menyangka jumlah penerimaan PNS di daerahnya sangat sedikit sehingga dirinya tidak diterima dalam seleksi PNS tersebut. Setelah ditelusuri tim KSP, diperoleh data bahwa daerah domisilinya justru mendapat porsi kuota penerimaan PNS paling banyak dibanding daerah-daerah lain di Indonesia. Haisss…
Seolah KSP ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa seperti inilah sebagian isi keluhan masyarakat yang diterima pemerintah dari seluruh pelosok daerah di Indonesia. Inilah faktanya, mungkin begitu kata pemerintah.
Saya sendiri tidak heran sih ya… Saya punya pengalaman begini. Ada mahasiswa tempo hari mengeluh pada saya mengapa dirinya mendapat nilai D+. Awalnya keluhan itu dia kirimkan lewat aplikasi WhatsApp. Ketika membaca pesan tersebut, saya langsung mengetahui dia tidak membaca dengan seksama aturan main di awal pelaksanaan ujian.
Mengapa?
Menurut saya, orang yang membaca mesti paham. Andai orang itu membaca, tapi tidak paham, berarti sama saja tidak membaca. Sama seperti orang itu berbicara, tapi tidak paham apa yang dia bicarakan. Mendengar, tapi tidak tahu apa yang dia dengar. Belajar, tapi tidak belajar. Artinya, belajarnya tidak memberikan manfaat bagi dirinya untuk memperbaiki diri.
Buktinya, mahasiswa tersebut kembali menghubungi saya lewat email dengan menyertakan bukti-bukti yang menurutnya jawaban ujiannya adalah benar.
Tentu saja, saya sebagai dosen yang membuat soal tahu betul jawaban yang benar. Bayangkan, soal kelas 6 sekolah dasar menghitung luas permukaan bola, tapi jawaban dia lingkaran. Tidak membaca bukan? Tentu saja jawaban lingkaran itu salah, ditambah plagiasi lagi. Itu FATAL! Belajarnya selama 1 semester tidak ada guna dan manfaat baginya.
Meski demikian, sisi kemanusiaan saya, humanism, kadang turut berbicara. Menjadi dewasa dan bijaksana diperlukan untuk menyelesaikan hal-hal yang kadang di luar akal sehat dan logika. Muncul belas kasih dan secercah harapan bahwa suatu saat dia akan berubah menjadi lebih baik, kecuali dia menolak dan keras pendiriannya.
Jika dia menolak, saya cuci tangan. Lebaran. Tugas dosen selaku pendidik selesai kepada dirinya. Saya teringat ada riwayat yang menyebutkan orang yang sombong itu adalah roddun haq wa gomdhun naas. Menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Begitu pula dengan pemerintah ketika menghadapi berbagai macam keluhan dari seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah jelas sekali memiliki Standard Operational Procedure atau SOP. Menghadapi persoalan masyarakat kecil seperti yang ditangani KSP di atas memerlukan respon yang adem.
Kata Bapak Kyai, menjadi pemimpin itu harus memiliki sifat ADIL, ROFIQ, MUHSIN, ARIS. Sifat ini gampang sekali diucapkan, tapi sesungguhnya sangat sulit dikerjakan dalam kondisi tertentu, misalnya, sedang banyak tekanan psikologis atau sedang marah. Sungguh, orang yang bisa mengendalikan dirinya termasuk orang yang hebat. Laa tagdob falakal jannah. Janganlah marah maka engkau masuk surga.
Nah, di zaman sekarang ini, keluhan-keluhan masyarakat yang jumlahnya ratusan ribu itu, atau bahkan jutaan laporan itu, harus ditangani dengan cara yang tepat. Menurut saya, pemerintah berusaha dan telah membuat sistem pelaporan online, lapor.go.id, yang cukup bisa diterima masyarakat.
Dengan sistem tersebut, jarak antara masyarakat dengan pemimpinnya menjadi sangat dekat. Keluhan-keluhan substansial dan memiliki dampak yang besar dan luas akan mudah diberikan prioritas penanganan dan dikerjakan dengan secepatnya.
Pada kesempatan ini, KSP kemudian menyajikan Tata Cara Melapor yang Baik. Prosedur urutan pelaporan seperti yang disajikan di bawah ini, saya menilai cukup logis sih ya… mudah diterima masyarakat awam, sederhana dan tidak njlimet.
Saya jadi ingat saat ini saya sedang membuat tutorial menyelesaikan soal Ujian Kompetensi Keahlian (UKK) Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Soal Membuat Aplikasi Pelaporan Pengaduan Masyarakat. Prosedurnya dibuat rekaan sendiri. Dari soal tampak lebih sederhana jika dibanding urutan yang diberikan KSP.
Menurut saya, aplikasi pelaporan ini bagus jika nantinya dikembangkan lebih kompleks lagi disesuaikan proses bisnis masing-masing organisasi atau perusahaan. Ini bagus juga diterapkan di kampus untuk menangani keluhan, dari persoalan receh hingga berdampak besar. Ini akan menjadi jembatan antara stakeholder dengan kampus.
Saya jadi ingat beberapa pekan yang lalu. Saat itu saya membuat thread di sebuah grup WhatsApp melaporkan ada sebuah pohon yang setengah roboh tapi disangga kabel listrik. Pohon ini kecil sih, tapi posisinya secara estetika kurang enak dilihat. Tampak seperti tidak ada yang menaruh perhatian. Berbahaya menempel kabel listrik.
Lantaran thread tersebut tidak ada respon, beberapa hari kemudian saya meminta tolong seorang pegawai kebersihan outsourcing memperbaikinya. Saya berikan imbalan karena di luar pekerjaannya. Alhamdulillah. Akhirnya diperbaiki. Dia beri penyangga agar pohon berdiri tegak. Dia potong ujung pohon yang menyentuh kabel.
Pada kasus lain, di tempat tinggal saya ada sebuah rumah kosong yang hendak dijual. Saking lamanya menunggu pembeli, sejak 2016 sampai saat ditulis ini, rumah dibiarkan kosong dan tumbuh tanaman liar.
Saya menduga ada sarang ular di rumah kosong ini. Dugaan muncul lantaran ada ular kecil, kurang lebih 30 cm masuk di teras rumah saya. Syukurnya, seekor kucing tetangga menangkapnya. Ular kemudian mati.
Atas peristiwa itulah, saya melaporkan kepada Pak RT agar rumah kosong tersebut dibersihkan pemilik rumah. Laporan ini sebagai cara saya untuk menghindari kesalahpahaman jika seandainya saya sendiri yang melaporkan kepada pemilik rumah.
Laporan ditindaklanjuti Pak RT dan diteruskan kepada pemilik rumah. Beberapa hari kemudian rumah dibersikan dua orang tukang.
Selang beberapa hari kemudian masuk lagi seekor ular yang lebih panjang. Ular masuk ke dalam rumah lewat rongga pintu yang cukup lebar. Ular merayap dan sembunyi di balik tirai jendela. Ibunya anak-anak kaget ketika ular jatuh dari tirai. Saya mengusirnya dengan semprot obat nyamuk. Ular lari keluar rumah dan sembunyi lagi.
Tidak ingin merepotkan orang lain, saya menyewa petugas pemotong rumput untuk membersihkan rumah kosong itu. Saya beri imbalan sesuai kesanggupan. Setelah selesai, saya melaporkan kepada Pak RT sekaligus meminta izin.
Awalnya Pak RT bertanya berapa biaya tukang potong rumput itu. Saya enggan memberitahunya dan saya ikhlas. Tetapi saya merasa justru sikap saya ini bagi pemilik rumah kosong merasa ‘disentil’. Esoknya, Pak RT kembali menanyakan berapa biaya yang saya keluarkan. Mau tak mau saya pun menyebutkan biayanya. Entah diganti atau tidak, saya sudah ikhlas.
Nah, persoalan-persoalan seperti inilah yang memerlukan aplikasi Pelaporan Pengaduan Masyarakat. Aplikasi ini bukan saja sekadar melaporkan persoalan-persoalan umum yang terjadi di masyarakat, tetapi juga meminimalisir problematika dan gesekan antar masyarakat akibat berbagai persoalan.
Semoga bermanfaat.