
Ngobrol di Café pas Piala Dunia Qatar antara Portugal vs Ghana.
“Jam 9 lewat Insya Allah,”
“Ok,” balasnya di pesan WhatsApp.
Tepat sudah satu pekan saya bertemu tatap muka untuk pertama kalinya dengan seorang kenalan baru. Saya memanggilnya Pak Priyo.
Saya mengenalnya di salah satu grup WhatsApp yang kami ikuti. Anggota grup ini berasal dari Sabang sampai Merauke, dari Mianggas sampai Pulau Rote.
Tentu saja, saya merasa beruntung diajak masuk grup yang cukup gayeng ini. Saya sering mendapatkan insight dari sesama anggota. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk berbagi.
Malam itu saya mendahului bertanya basa basi untuk mengenalnya lebih dalam. Mulai darimana asalnya. Ada keperluan apa datang di kota ini, soal keluarga, dan seterusnya. Mirip seorang wartawan yang bertanya dengan rumus 5w+1h. Haha…
Entahlah, tiba-tiba saya merasa sepertinya ada Chemistry di antara kami berdua. Ia mulai membuka diri. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Mubaligh yang bertugas di Sampit sejak 1995.
“Sampit?”
Mendengar Sampit, pikiran saya langsung melayang pada sebuah peristiwa kelam, lebih dari 20 tahun yang lalu.
“Iya, itu tahun 2001. Waktu itu saya pas naik haji,” katanya memulai kisah.
Ketika peristiwa itu terjadi, dirinya tidak tahu sama sekali. Ia baru tahu ketika tersebar kabar heboh juga di Arab Saudi. Ia bergegas mencari kabar lewat koran yang dijual di sana.
“Belum ada Internet,” timpalnya dengan senyum. Ia kemudian menjelaskan maksudnya saat itu media sosial dan smartphone belum begitu masif seperti saat ini.
Yup. Saya jadi ingat. Kala itu saya juga baru saja membuat sebuah alamat email di Yahoo! Dan pesan komunikasi paling ngetrend adalah aplikasi MirC.
Ah, ingat gak… Yahoo! Messenger. Tentu saja waktu itu tak ada telepon selular yang bisa membuka aplikasi-aplikasi itu. Lha wong masih layar monochrome. Pesan berantai banyak lewat SMS.
Tak terasa, obrolan kami berdua cukup menyita waktu, 2.5 jam lebih. Saya melihat kedua matanya mulai sayu. Padahal, suasana di sekitar kami banyak orang heboh nonton bareng Portugal vs Ghana.
Tepat di belakang saya televisi layar lebar. Saya malah membelakanginya. Rupanya, materi obrolan kami berdua malam itu terasa lebih menarik ketimbang Ronaldo main di World Cup Qatar. Eh…
“Gak suka bola, Pak?”
“Suka. Cuman kalau mata ini mulai mengantuk ya tidur juga hehe…” katanya renyah.