DALAM satu pekan ini di Sosial Media ada kabar yang menyebutkan banyak Startup gagal di Indonesia. Di sisi lain, Elon Musk memberi peringatan kepada pekerja Twitter yang telah diakuisisinya agar bekerja lebih keras dibanding sebelumnya.
Beberapa netizen hingga pakar mengomentari kenapa beberapa Startup gagal. Menurut beberapa orang, startup gagal karena pengelola terlalu muda. Diduga, mereka tidak respek dengan orang-orang tua yang menjadi mentor mereka.
Mereka bilang, Startup yang banyak dikelola orang-orang muda itu terlalu idealis dan salah dalam memilih partner. Partner yang mereka andalkan ternyata tidak bisa diajak kerja sama dengan baik, tidak kompak, tidak amanah, dan tidak saling menguntungkan satu sama lain.
Seorang pakar bilang, Startup gagal karena kebanyakan bakar uang dan mismanagement. Mereka tidak bergerak cepat melakukan perubahan ketika datang perubahan model bisnis baru, yakni dari pola bisnis online kembali ke offline pasca pandemi.
Jadi, Startup yang gagal tersebut dinilai terlalu nyaman dengan model bisnisnya. Mereka gagal bukan karena resesi.
Sementara itu, aksi Elon Musk dicurigai netizen sebagai aksi yang sudah direncanakan untuk memangkas para pekerja dengan cara halus. Isunya, para pekerja yang terlalu nyaman bekerja dengan cara lama akan digantikan dengan AI.
Akibat ‘ulah’ Elon Musk yang dianggap meresahkan ini, orang-orang memprediksi Twitter tidak lama lagi akan tutup dan bangkrut. Suatu reaksi yang amat emosional.
Elon Musk pun menjawab tidak perlu merasa khawatir dengan kepergian separuh pekerja Twitter. Elon bilang, “Orang-orang terbaik masih di sini, saya tidak terlalu khawatir,” cuit Elon di Twitter.
Yup. Saya pikir Elon bukan tipikal pemimpin biasa-biasa saja. Dia pasti sudah memikirkan masak-masak dan siap menanggung risiko. Dia mungkin sudah melakukan kalkulasi.
Okey. Mudah-mudahan pembaca bisa melihat aksi Elon Musk ke depan.
Di sosial media lainnya, muncul lowongan kerja dengan syarat yang sepertinya membuka lowongan sambil marah-marah, mengajak ‘orang berkelahi’ daripada bekerja.
Betapa tidak, syarat lowongan ini menyebut harus menunjukkan ijazah asli SD untuk sebuah lowongan pekerjaan sebagai Staf Kuku atau Eyelash.
Lowongan itu juga ditulis detail: pelamar harus bersih rapi, tidak bau badan dan boleh berhijab. Perekrut juga sangat serius: hanya menerima kandidat yang serius saja. Dan yang tidak serius disarankan tidak mengirimkan lamaran.
Menurut saya, lowongan tersebut tidak ada yang salah. Mengapa?
Tugas-tugas Staf Kuku atau Eyelash memang mengharuskan kondisi tubuh fresh dan tidak beraroma yang tidak sedap. Pekerja juga harus bersih dan sehat. Dia harus suka menjaga kebersihan diri sendiri maupun lingkungannya.
Oleh karena itu, perekrut merasa tidak perlu pendidikan yang tinggi, cukup lulusan SD, Mereka akan diberi pelatihan. Tidak ada hal yang aneh.
Netizen menduga, perekrut menuliskan lowongan tersebut bisa jadi dikarenakan telah berpengalaman. Bisa jadi pernah sebelumnya memiliki pekerja yang mungkin dianggap kurang profesional.
Tidak heran, syarat-syarat di lowongan itu perlu dituliskan dengan gamblang, ceto welo-welo. Saya sangat memahaminya. Ini lantaran saya juga pernah melihat fakta yang terjadi di sebuah tempat kerja dengan pekerjanya yang manja dan tidak profesional.
Tapi omong-omong, baik pekerja maupun organisasi atau perusahaan harus saling bekerja sama loh ya… Jangan timpang sebelah.
Tiba-tiba time line IG saya menampilkan Pengukuhan Doktor Baru Bidang Sumberdaya Manusia di Universitas Brawijaya. Beliau adalah Prof. Dr. Hamidah Nayati Utami, S.Sos., M.Si.
Perhatian saya tertuju pada karyanya tentang Model Manajemen Sumberdaya Manusia Situasional di Era Perubahan Cepat dan Ketidakpastian. Ini cocok dengan situasi saat ini yang volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA).
Jadi, pemahaman saya begini, dengan penerapan model situasional di sebuah organisasi atau perusahaan, luarannya seorang pekerja diharapkan memiliki sikap Triple W, yakni work attitude, work behavior and wellbeing yang bagus.
Menurut Prof. Hamidah, pengembangan kemampuan dan sikap karyawan diarahkan pada penguatan talenta, digital ability, dan perilaku inovatif.
Pemberian imbalan, menurut Prof. Hamidah, hendaknya memperhatikan kesesuaian dengan kinerja dan keseimbangan imbalan yang tidak hanya untuk kesejahteraan fisik saja, tetapi juga psikis.
Penerapan model situasional ini juga diharapkan menghasilkan luaran organisasi (organizational outcome) yang diberi nama triple C, yakni corporate performance, competitiveness, and corporate sustainability juga bagus.
Artinya, keduanya, baik pekerja maupun organisasi harus saling bekerja sama dengan baik.
Bagaimana detailnya?
Maaf. Ini hanya catatan Sosial Media saja. Silakan dikupas lebih lanjut… 😀