PAGI ini saya prihatin dengan berita online yang menyebutkan Guru korban pinjaman online (pinjol) ilegal paling banyak, yakni 42%, disusul korban PHK 21%, ibu rumah tangga 18%, karyawan 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tukang pangkas rambut 2%, dan pengemudi ojek online 1%.
Membaca berita tersebut, semua komentar saya lihat menyudutkan Guru. Ada yang menyebut Guru juga harus belajar literasi keuangan, bukan muridnya saja, ada yang menyebut tidak perlu membeli telepon seluler mahal buat belajar daring, atau mempertanyakan tunjangan sertifikasi guru yang masih kurang.
Sebenarnya, di berita itu disebutkan alasan meminjam uang lewat pinjol, antara lain untuk membayar utang, karena alasan ekonomi ke bawah, ingin mencairkan dana lebih cepat, untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup, dan karena alasan mendesak.
Masih segar, dua tahun lalu seorang Guru honorer di Semarang terjerat pinjol. Pinjam 3.7 juta, bengkak menjadi 206 juta.
Menurut berita tersebut, Afifah Muflihati (27), Guru honorer, mengatakan awalnya dirinya sedang membutuhkan uang. Kemudian datang iklan di telepon selulernya yang merujuk pada sebuah aplikasi Pinjol.
Dari cerita itu, andai pinjol itu tidak ada, tentu masalah Guru terjerat pinjol ini tidak akan muncul dan ramai di media sosial. Juga, saat ini, baik pemberi pinjaman maupun peminjam kadang memiliki karakter yang sama, sama-sama suka kesewenangan.
Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam videonya menyebutkan bahwa ada saja orang yang menyalahgunakan wewenangnya. Ya, wewenang ketika memiliki kekuasaan atau wewenang menggunakan uang dalam jumlah banyak. Nah, wewenang tanpa karakter akan menjadi kesewenangan.
Tidak hanya soal uang, soal jalanan yang ada di perumahan atau perkampungan juga sering kita temui kesewenangan orang-orang tanpa karakter. Umumnya, apabila jalanan mulus, orang akan merasa punya kewenangan untuk membawa kendaraannya meluncur laju atau ngebut. Bahkan, jika ada yang menghalangi, hajar!
Sebaliknya, orang yang punya karakter akan menikmati jalan mulus itu dengan tenang, tidak grasah-grusuh yang bisa membahayakan diri dan orang lain. Orang yang punya karakter akan sangat berbeda perilakunya ketika berada jalan perkampungan ataupun jalan raya.
Atas kasus pinjol tersebut, kepada anak-anak dan istri, saya ingatkan untuk tidak coba-coba klik aplikasi pinjaman online atau kredit apa pun di e-commerce. Biasanya, tawaran Paylater atau program cicilan e-commerce sangat menggiurkan.
Nah, baru saja mengingatkan, tiba-tiba telepon seluler berdering. Ada nomor tidak kenal, tapi satu provider, masuk. Saya biasanya mengabaikan. “Palingan orang asuransi atau kartu kredit,” pikirku.
Biasanya mereka menyebut nama dan afiliasinya dari mana. Lalu menawarkan produknya. Saya masih melayani obrolan awal. Tetapi ketika sudah masuk penawaran, saya sudah tidak berminat, apalagi ungkapan tidak minat saya tidak dia mengerti. Dia terus menawari.
Pada titik inilah saya merasa kehilangan waktu dan emosi. Kita semua tentu tahu kehilangan emosi itu mahal harganya. Seharian orang bisa merasa terganggu dan merasa tidak nyaman hanya gara-gara emosi keluar sesaat, makcrit! Bahkan efeknya bisa sangat lama loh.
Nah, karena panggilan-panggilan telepon tidak jelas itu bisa mengganggu, maka saya pasang sebuah aplikasi untuk mencegah panggilan mengganggu. Salah satu aplikasi itu, Truecaller namanya, mulai saya pasang baru-baru ini.
Entahlah, akhir-akhir ini banyak nomor tidak dikenal yang mulai masuk, dulu juga sempat banyak panggilan seperti ini, tapi lama-lama mereda setelah komplain. Hari ini, setelah pasang aplikasi, ternyata para pengganggu itu diidentifikasi sebagai Spam atau Sales Asuransi.
Ini juga dalam rangka penguatan Literasi Digital mengatasi salah satu macam permasalahan yang ada di masyarakat.
Semoga Allah paring perlindungan aman selamat lancar dan barokah. Aamiin.