
Sabtu pagi kemarin aplikasi Whatsapp di Windows Phone sy terhalang pesan informasi yang meminta sy segera memperbarui Whatsapp.
Sebenarnya, sejak beberapa hari yll pesan itu selalu muncul setiap pagi sy membukanya, dan setiap itu pula selalu berhasil sy abaikan. Tapi kali ini, Whatsapp benar-benar memaksa sy memperbaruinya dengan tidak memberi pilihan lain jika sy ingin selalu berkomunikasi, membuka isi pesan lewat Whatsapp.
Mau tak mau, suka tidak suka, akhirnya sy terpaksa melakukan pembaruan. Langkah pertama, sy backup lebih dulu data-data lama dengan menghubungkan ke perangkat komputer. Kedua, langsung update Whatsapp.
Ternyata, update tidak berjalan mulus. Whatsapp bilang sistem operasi perlu dinaikkan versinya alias upgrade. Jika tidak, Whatsapp tidak memberi pilihan lain selain sy tidak bisa menggunakannya lagi di perangkat itu.
Inilah, sy menjadi tergantung pada Whatsapp. Sy menjadi sulit untuk meninggalkannya lantaran ada banyak orang-orang yang terlanjur mengenal dan berkomunikasi dengan sy disana. Jika sy abaikan, orang-orang akan sulit berkomunikasi dengan sy dan itu bisa menjadi kurang menguntungkan secara ekonomi, sosial, dan budaya di zaman now.
Syukurlah, sy tidak menambah ketergantungan dengan teknologi lain, aplikasi Telegram misalnya. Sy paksa orang lain menggunakan Whatsapp jika ingin berkomunikasi dengan sy. Dengan hanya menggunakan Whatsapp saja, sy sudah merasa kwalahan. Seolah kini menjadi motto atau semboyan. Jika dulu orang mengenal SMS dan telepon murah. Kini, hampir tiada hari tanpa Whatsapp-an.
Kemudahan teknologi membawa dampak. Yang jauh merasa dekat, dan yang dekat merasa jauh. Saking dekatnya, seolah mereka terus membuntuti kita. Mereka bahkan merasa tahu apa saja yang kita lakukan, seolah memiliki kemampuan super dan memiliki ilmu malaikat.
Mereka merasa memiliki ilmu baru, yakni ilmu mengetahui niat yang tersembunyi di lubuk hati yang paling dalam. Mengetahui pikiran orang hanya dengan berkomunikasi melalui pesan singkat. Saking dekatnya, sampai-sampai orang merasa tidak ingin berkomunikasi dengan mereka karena takut diketahui isi hati dan pikirannya, yang membuatnya tidak nyaman.
Saya punya pengalaman yang tidak enak soal itu. Dari obrolan itu, ada yang menuduh saya hanya karena prasangka tak berdasar. Lucunya, mereka yakin dengan tuduhannya itu meski dibantah dan jelas-jelas tuduhannya keliru dan salah. Dan, sedihnya adalah mereka tak pernah minta maaf!
Betul kata orang-orang bijak dahulu di zaman nabi, zurgiban tazdad hubban, berjauhan menambah rasa rindu dan kasih sayang. Orang-orang bijak dahulu yang belum mengenal teknologi yang mendekatkan orang yang berjauhan itu, seolah mengingatkan, tetaplah mendekat tanpa hilang rasa rindu dan kasih sayang.
Semoga Allah selalu memberikan ampunan, perlindungan, dan paring manfaat barokah. Aamiin.
Ambil manfaatnya ya
mantap ambil manfaatnya… joss!
tetapi, bagaimana cara mengambil manfaatnya?
apakah caranya diprintili satu-satu terus diambil ini yang manfaat, itu yang tidak?
ini menurut cendekiawan Muslim Ibnu Khaldun dan ini menurut pakar saat ini, cekidot… 🙂