
Dokumentasi pribadi.
KEMARIN pagi sampai siang, Sabtu (19/10), saya menghadiri undangan dari kaprodi-nya si ragil. Pertemuan yang dilaksanakan dengan Zoom ini dihadiri kurang lebih 90 orangtua/wali dari 160 mahasiswa atau sekira 56% kehadiran.
Beberapa orangtua hadir hanya untuk menyampaikan izin dan pamit tidak mengikuti kegiatan lantaran kesibukan. Dengan adanya izin tersebut, menurut saya bagus sekali.
Secara keseluruhan acara dikoordinasikan dengan baik. Hal ini terlihat dari ketepatan waktu, mulai dibukanya Zoom oleh panitia sampai dengan berakhirnya acara yang tepat usai terdengar suara adzan Dhuhur waktu setempat.
Acara dibuka dengan lantunan ayat suci Al Quran oleh salah seorang perwakilan mahasiswa, Naya Nurfadillah. Diawali dengan ta’awudz dan basmallah. Irama nadanya sangat bagus, terdengar fasih dan familiar. Tajwid dan makhroj-nya juga pas.
Setelah itu, kaprodi pak Arief Darmawan memberikan sambutan. Ia mengatakan bahwa pertemuan ini sangat penting untuk mempererat tali silaturahmi antara prodi dengan orangtua mahasiswa baru.
“Kehadiran Bapak-Ibu semua itu pada pagi hari ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen Bapak-Ibu dalam mendukung putra putri Bapak-Ibu menuju masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
Arief mengungkapkan, pihaknya membutuhkan dukungan para orangtua agar proses pendidikan putra-putri berjalan dengan lancar.
Ia menyebut, keduanya, baik kampus dan orangtua harus bisa bekerja sama untuk membimbing putra-putrinya menjadi alumni dan lulusan yang memiliki pribadi yang unggul, berintegritas dan inovatif.
Kampus juga ingin menegaskan komitmennya untuk memberikan lingkungan belajar yang kondusif, aman, memberikan bimbingan akademik maupun non akademik.
“Kami memiliki berbagai program kegiatan dan bimbingan, termasuk pembekalan soft skill, pemanfaatan teknologi, hingga pengembangan karakter yang kuat,” ujarnya.

Pengembangan Karakter yang Kuat
Terus terang, saya tertarik dengan bagian yang ini: pengembangan karakter yang kuat. Padahal, mengembangkan karakter ini bukan perkara mudah.
Salah satu orangtua mahasiswa, Benny N.A Puspanegara, mengatakan hal itu kepada kaprodi.
“Kemarin karena anak anak kita jurusan bisnis digital, hampir semua urusan sekarang bisa diselesaikan lewat Android, ini sudah era nya termasuk urusan bisnis. Tapi menurut saya salah satu penyebab lemahnya karakter dan mental anak anak sekarang adalah kurangnya interaksi sosial, karena semuanya bisa dengan mudah di akses,” terangnya.
“Harapan saya, dan harapan kita semua UII dapat menjawab kekawatiran ini, dan kami percaya UII pasti punya pola nya, contohnya mungkin dengan memperbanyak tugas dan kerja kerja kelompok,” tambahnya.
Kaprodi pak Arief pun menjawabnya, dengan mengungkapkan bahwa ia telah mengundang 160 mahasiswa dalam kegiatan outbond, pekan lalu.
Dari 160 mahasiswa tersebut, yang mendaftar hanya 115, dan yang datang mengikuti outbond hanya 60 mahasiswa. Hanya 37.5% dari total mahasiswa atau 52% dari yang telah mendaftar.
“Mahasiswa itu sekarang ini harus sedikit dipaksa dalam beberapa hal ya, dipaksa dalam beberapa hal tanda petik,” ujarnya, sembari tersenyum.
“Outbond itu sebenarnya mencoba untuk bagaimana mahasiswa itu punya karakter. Kita latih kepemimpinannya. Kita latih kerja sama timnya, kemampuan adaptasi, resiliensi, komunikasi efektifnya. Nah itu kita coba bangun,” ujarnya.
Ia pun mengaku surprise setelah melihat antusias 60 orang peserta outbond yang sangat antusias.
“Ketika mereka dikasih challenge itu mereka tertantang. Nggak ada takutnya. Berani. Ketika diminta untuk bicara di depan, mereka berani. Nah, itu mungkin tanda-tanda bahwa beberapa mahasiswa itu memang punya jiwa leadership, punya komunikasi yang efektif, communication skill yang bagus. Mampu bekerja sama gitu,” terangnya.
Ia berharap, para mahasiswa dan para alumni menemukan jati dirinya menjadi seperti para aktivis kampus zaman dulu, yang ketika melihat sesuatu yang timpang dan tidak adil, misalnya, maka mereka akan bergerak menegakkan keadilan. Ketika melihat sesuatu yang tidak nyaman, misalnya, mereka akan bergerak.
“Bahwa saya selalu tekankan ke teman-teman mahasiswa, sesuatu yang pasti itu adalah ketidakpastian itu sendiri. Jadi, teman-teman harus belajar dengan kondisi ketidaknyamanan, harus punya ide-ide kreatif, harus mampu bertahan hidup secara mandiri,” jelasnya.
Menurutnya, ketika berbicara tentang kewirausahaan, misalnya, maka untuk menjadi seorang entrepreneur itu harus berani menghadapi tantangan di depan.
“Di depan itu penuh ketidakpastian. Jadi, kita harus kreatif. Kita harus selalu inovatif. Kita harus selalu punya ide-ide kreativitas yang baru,” pungkasnya.
(Ortu Mhs)