
Prof. Satryo Brojonegoro. Foto: detik.com
KABAR reshuffle hari ini saya baca di detik.com, Rabu (19/2). Mendikti Saintek Satryo Soemantri Brodjonegoro di-reshuffle Presiden Prabowo dan digantikan dengan Prof. Brian Yuliarto, Guru Besar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Prof Brian ternyata masih muda, akan genap 50 tahun pada Juli 2025 ini.
Meski Prof. Satryo sebentar menjabat Mendikti, baru 121 hari, tapi saya mengikuti pernyataan-pernyataan Beliau di media. Salah satunya, saya mencatat pernyataannya saat diwawancarai jurnalis Zilvia Iskandar dari Metro TV, Jumat (3/1/2025) yang lalu.
Salah satu pernyataan Beliau adalah tentang peluang kerja di luar negeri bagi tenaga kerja yang memiliki kualifikasi tinggi. Memang, saat ini juga sedang ramai tagar #KaburAjaDulu di media sosial dan media massa. Banyak silang pendapat soal ini.
“Saya katakan, selama Indonesia itu masih impor semuanya, kita nggak akan punya industri,” kata Prof. Satryo, dalam sesi akhir wawancara.
Pasalnya, menurut Prof. Satryo, Indonesia termasuk negara yang produktivitasnya rendah sehingga masuk dalam negara MIT, Middle Income Trap, atau terjebak pada pendapatan menengah.
“Kenapa? Kita nggak punya industri sama sekali gitu loh. Nggak produktif sama sekali. Jadi, industri harus dikembangkan di Indonesia. Macam-macam industri lah. Manufaktur kalau bisa, yang lain, dan start up segala macam, perlu itu supaya ada lapangan pekerjaan untuk mereka,” terang Prof. Satryo.
“Nah, sambil menunggu itu, saya juga mulai melihat peluang teman-teman yang memang punya kualifikasi tinggi, cari deh kerjaan di tempat lain. Di luar Indonesia kalau perlu, supaya nggak nganggur itu. Kasihan kan mereka? Silakan,” jelasnya.
Prof. Satryo mengakui di Indonesia masih terdapat kekurangan tempat kerja untuk pekerja yang memiliki kualifikasi tinggi, mulai dari Sarjana hingga Doktor.
“Maka dari itu mohon maaf ya, karena kita masih impor everything. Bandingan kita bikin sendiri semuanya,” ungkapnya.
“Nah, jadi, kenapa keluar itu saya katakan, kan kami juga di bidang teknik, misalnya, sudah ada pengakuan internasional, bahwa insinyur kita itu diakui di 23 negara di dunia. They can work everywhere. Mobility mudah sekali,” jelas Prof. Satryo.
Prof. Satryo kemudian mempersilakan bagi para pekerja yang memiliki kualifikasi tinggi tersebut untuk mendapatkan pekerjaan sesuai kualifikasinya, namun dengan syarat tetap memiliki jiwa nasionalisme, cinta tanah air Indonesia.
“Mas, Mbak, sampean silakanlah kerja di mana tuh kan ada peluang banyak sana. Masuk situ lah. Merah putih tetap ya?” jelasnya.
Setelah berhasil bekerja di luar negeri, Prof. Satryo berharap, para profesional itu bisa kembali ke Indonesia untuk membuka peluang kerja sama pengembangan teknologi lebih lanjut. Ia berharap dapat membangun industri di Indonesia.
“Yang kedua, ya apapun ada nanti ada peluang kita kerja sama, bawa ke sini. Kita join, kita bikin sini pabriknya gitu loh. Jadi, mereka kerja di sana sambil mencari peluang untuk bangun di Indonesia, gitu loh,” tambahnya.
Apa yang disampaikan Prof. Satryo sepertinya cocok dengan apa yang disampaikan para narasumber, suara ilmuwan dan diaspora dalam referensi tulisan ini. Hal ini dikhawatirkan ancaman Brain Drain. Apa itu?
Brain Drain diartikan sebagai perpindahan tenaga kerja terdidik Indonesia ke luar negeri karena keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri, dan dipandang sebagai kenyataan yang harus dihadapi sambil mencari solusi jangka panjang untuk mengembangkan industri dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
Referensi:
[1] [FULL] KONTROVERSI – SEMRAWUT DUNIA KAMPUS
[2] #KaburAjaDulu, Saran dari Ilmuwan dan Diaspora untuk Anak Muda