
Membaca kisah wisatawan Anyer di detik.com hari ini mengingatkan saya pekan lalu mengalami pengalaman serupa di kota Balikpapan. Padahal, beberapa hari sebelumnya saya bercerita jika uang 50 ribu bisa digunakan membeli makan enak tiga kali.
Ceritanya, siang itu menjelang sore hujan lebat mengguyur kota Balikpapan. Cukup membuat celana, baju, dan jaket ini basah kuyup.
Cuaca hari itu sebenarnya lumayan bagus. Mendung tebal terlihat tidak merata. Mungkin karena itulah kenapa hujan juga tidak merata. Sebagian deras di area tertentu. Sebagian lagi kering dengan sinar matahari menyengat.
Sambil menunggu hujan reda, saya berteduh di sebuah warung. Warung ini satu atap dengan layanan cuci kendaraan.
Saya duduk dan memesan makanan. Kebetulan belum makan siang. Di warung ada daftar menu. Ada soto ayam, soto daging, nasi campur, macam-macam. Tapi, ternyata tak satupun menu itu ada.
Sebagai gantinya, saya kemudian ditawari nasi dan sayur oseng-oseng. Ada lauk ikan pindang goreng. Ada juga udang tepung kecil. Sudah. Itu saja. Tak ada lagi lauk pauk yang lain. Tapi, saya tidak begitu selera.
Saya kemudian memilih dibuatkan indomie rebus dengan sayur sawi. Saya minta ditambahkan dua butir telor rebus juga. Minumnya jus apel. Tambah dua bungkus krupuk koin.
Sambil menunggu, saya minta motor saya sekalian dicuci. Padahal sih hari itu sedang turun hujan. Saya pikir tidak mengapa. Mumpung pas ada di tempat cuci motor.
Selesai semuanya, baik makan, cuci motor, dan hujan reda, tibalah saatnya membayar.
“Lima puluh enam ribu…” kata penjualnya.
Makjedarrrrrrrrr… sedikit kaget.
“Berapa cuci motornya?” tanya saya.
“Motor kecil 15 ribu, motor besar 20 ribu,” katanya.
Ya ampun… Berarti makan satu porsi indomie rebus, segelas jus apel, dua bungkus kerupuk koin 36ribu. Telornya pun hanya satu, tidak sesuai pesanan di awal ketika pesan. Ini namanya digetok mahal. Dalam KBBI, getok artinya dipukul di bagian kepala.
Kebiasaan pada umumnya, kita sering menjumpai warung-warung di pinggir jalan mematok harga wajar dan mengambil keuntungan yang tidak begitu besar. Lantaran kebiasaan itulah, wajar dan lumrah jika ke warung pantang untuk bertanya harga.
Kondisi saat ini yang semuanya serba berubah, disruptif, juga kebiasaan pedagang yang punya style ‘getok’ belakangan ini. Semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran di masa yang akan datang. Semoga manfaat barokah. Aamiin. (*)
1 thought on “Makan Indomie Seporsi di Warung Digetok Mahal”