BERAWAL dari pagi hari tadi seorang teman mengirimkan dokumentasi video Reuni 25 Tahun, tahun lalu di Malang. Petang kemudian saya jadi penasaran membuka-buka foto lama kiriman teman di sebuah grup media sosial. Foto-foto tahun pertama masa kuliah dan melihat aktivitas teman-teman kala itu.
Ketika melihat foto-foto dokumentasi itu, tiba-tiba saya merasakan nostalgia. Saya mencoba mengingat kembali saat dipotret itu sedang dalam rangka apa, melakukan apa, dengan siapa, kapan dan dimana, dan memori di kepala ini mencoba mengingat kembali masa-masa lalu.
Saat melihat teman-teman membawa gulungan kertas, saya jadi ingat ini gulungan kertas mata kuliah Menggambar Teknik Bangunan Air. Ah, beberapa mata kuliah sepertinya ada gulungan kertas. Kala itu sepertinya usai melaksanakan asistensi dengan kakak kelas yang menjadi asisten dosen.
Setelah mengamati siapa-siapa saja yang ada di foto, saya temukan Andri, seorang teman yang mundur di tahun pertama. Berdasar foto Andri itulah saya yakin teman-teman sedang membawa gulungan kertas Menggambar Teknik Bangunan Air. Itu berarti jika dihitung mundur tepat 26th yang lalu.
Saya mencoba membandingkan wajah-wajah mereka yang dulu dengan sekarang. Ada yang masih sama muda wajahnya, tidak jauh berubah dari dulu, tetapi ada yang berubah karena faktor gemuk meski perubahan wajah tidak signifikan.
Sekarang, mereka semua menjadi orang sukses. Sejauh ini yang saya lihat setidaknya sukses di pekerjaan masing-masing. Ada yang jadi dosen hingga doktor, kontraktor sukses, konsultan sukses, wirausaha sukses, dan paling banyak menjadi ASN pemerintah kota kabupaten. Bidang pekerjaan mereka pun linear, kecuali saya yang mengambil jalur lain.
Saya tidak heran kini mereka sukses. Saya merasakan sendiri saat-saat bersama mereka menyelesaikan tugas-tugas kuliah, entah itu kerja kelompok atau individual. Bagaimana mereka berinteraksi sesama teman, senior, junior, hingga berorganisasi baik organisasi kemahasiswaan maupun dalam kepanitiaan atau ad-hoc.
Saya masih ingat di tahun-tahun pertama saat itu ada kegiatan nasional. Kala itu sedang heboh lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah tahun 1995. Saya melihat bagaimana mereka terlibat dalam kepanitiaan menyukseskan seminar nasional tersebut. Ini sangat tidak mudah.
Tentu, ada memori yang saya kenang tentang kerja keras, belajar keras, solidaritas dan kesetiakawanan, kompak berjibaku dengan segudang tugas kuliah. Ada masa-masa berinteraksi bergesekan dengan sesama teman, dengan senior, hingga gesekan dengan dosen.
Saya jadi ingat pernah kena semprot dosen di akhir semester gara-gara tidak mampu menjawab pertanyaan dosen tersebut. Saya malah beralasan mengerjakan tugas yang lain. Saya jadi ingat hampir saja tidak lulus satu mata kuliah Irigasi gegara ‘gesekan panas’ dengan senior ketika asistensi. Saking panasnya, saya diancam bogem mentah oleh seorang teman yang juga kakak kelas. Ingatan itu kembali terbuka.
Meski akibat kejadian itu, akhirnya saya dibantu teman menghadap dosen agar bisa mengikuti ujian akhir. Bobot nilai asistensi itu berpengaruh besar sekali sehingga nilai akhir mata kuliah itu mendapat D+. Saya pasrah, yang penting lulus dan membiarkan mata kuliah itu mewarnai transkrip nilai saya hingga sekarang.
Saya menyadari saat itu saya memang salah. Ingin diberi kemudahan karena tak tahan koreksi sana koreksi sini ketika pas asistensi. Padahal sebenarnya kakak kelas bekerja bagus-bagus saja membimbing junior asistensi.
Bagi saya itu menjadi pelajaran, asam garam. Pengalaman-pengalaman itu seolah memberi warna arti hidup di dunia kampus bahwa bagaimana harus bangkit ketika terpuruk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab. Pengalaman itu saya gunakan ketika menyelesaikan S2 di UGM. Tetapi rasa-rasanya masa di S2 itu sangat berbeda dengan S1, tidak ada lagi senioritas.
Sekarang, saya melepaskan masa lalu itu dengan ikhlas agar tidak menjadi beban di masa depan. Saya bahkan membuangnya jauh-jauh dan melupakannya, meski pada akhirnya masih teringat kembali ketika melihat foto masa lalu. Kata orang, tidak usah dilawan, lebih baik berdamai dengan masa lalu, hadapi — atau mungkin lebih pas menikmati — hidup di masa kini.
Foto memang selalu menjadi kenangan. Memicu setiap orang untuk mengingat kembali saat itu. Masalahnya, apakah itu kenangan manis ataukah kenangan pahit? Ada teman yang merasa tidak nyaman jika foto lamanya dibuka kembali. Paling sering adalah soal hijab. Dulu ia terbuka, tetapi kini ia berhijab dan menutup rapat.
Di lain waktu, saya kadang geleng-geleng tidak habis mengerti ketika membaca pengalaman seseorang yang selalu terbayang-bayang masa lalunya ketika kuliah. Dia bercerita, dia bermimpi dikejar deadline tugas kuliah S1-nya. Padahal, dia sudah lulus S1 sejak belasan tahun yang lalu. Bahkan kini sudah menyandang gelar S2 sejak lama.
Ada lagi seseorang yang mengaku sudah puluhan tahun berlalu ia tinggalkan bangku kuliah. Sekarang dia sukses menjadi sarjana, berkeluarga, dan berkarya. Tetapi hingga sekarang dia masih bermimpi sedang mengerjakan Skripsi yang belum selesai! Oh, tidak!
Seolah tidak percaya, tapi itulah cerita yang disampaikan beberapa alumni perguruan tinggi negeri ternama di sebuah grup media sosial. Bukan saja 1-2 orang, tetapi lebih dari itu banyak orang telah mengakuinya. Apa yang menyebabkan mereka sampai terbawa mimpi bahkan meski itu telah terjadi belasan bahkan puluhan tahun yang lalu?
Orang menyebut bisa jadi hal itu karena trauma masa lalu, dan muncul kembali ketika ia mengalami tekanan hidup yang sama seperti masa lalunya. Ada yang menyebut masa lalunya belum diselesaikan saat itu juga sehingga terbawa hingga beberapa tahun lamanya. Itulah, mungkin kenapa seseorang yang hilang dari grup reuni hanya karena tidak ingin mengingat masa lalunya yang kelam. Ia mungkin ingin ‘Move On‘.
Semoga barokah. Aamiin.