INI adalah catatan saya ketika naik KM Dharma Rucitra 7 dari Pelabuhan Semayang Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, 13-15 Agustus 2022.
Jauh hari, sekira dua pekan sebelumnya saya melihat jadwal kapal di website maupun di aplikasi. Menurut informasi di website tersebut, kapal dijadwalkan berangkat tanggal 14 Agustus 2022 pukul 7 pagi waktu setempat.
Menurut informasi, entah lupa dari mana informasi itu, pembelian tiket dibuka kira-kira seminggu sebelum keberangkatan.
Saya berencana membawa kendaraan roda dua, Honda Scoopy 2012, yang akan saya kirim atau dikendarai sendiri menuju Kota Semarang.
Membeli Tiket
Ada tiga pilihan pembelian tiket, yakni Penumpang, Kendaraan, dan Penumpang dan Kendaraan. Lantaran ragu, saya bertanya pada saudara yang pernah melakukan perjalanan yang sama tahun 2019 yang lalu.
Menurutnya, berdasarkan apa yang diingatnya, dirinya hanya membeli tiket kendaraan motor saja. Sedangkan tiket penumpang sudah termasuk tiket kendaraan. Harganya waktu itu sekira 250 ribu. Berbekal informasi ini, saya cukup percaya diri membeli tiket kendaraan saja.
Namun, informasi berbeda saya dapat dari YouTube. Beberapa informasi menyebutkan bahwa bagi yang membawa kendaraan, maka penumpang juga harus membeli tiket penumpang juga.
Okey. Saya pun mencoba hanya membeli tiket kendaraan saja seperti informasi semula. Dan tentu saja menyiapkan uang cash lebih dari 700 ribu di dompet, untuk dana darurat jika ada tagihan tiket penumpang di pintu masuk kapal.
Waktu Keberangkatan
Menjelang keberangkatan, atau sekira tiga hari sebelumnya, saya mendapat informasi jadwal keberangkatan maju, Sabtu (13/8), pukul 6 pagi.
Mengetahui perubahan jadwal tersebut, saya harus mengajukan izin di HRD selama satu hari tidak bekerja di hari Sabtu. Padahal izin cuti selama 1 pekan baru mulai efektif Senin, 15 Agustus 2022.
Begitu izin didapat, saya berangkat Sabtu (13/8) pukul 1 tengah malam. Sampai di Pelabuhan Semayang Balikpapan, ternyata yang datang kapal lain.
Saya kemudian masuk pelabuhan dan bertanya pada petugas yang berjaga. Informasinya, kapal belum tiba. Setelah saya cek di aplikasi, ternyata jadwal molor pukul 10 pagi.
Baiklah, saya kemudian pulang kembali malam itu ke rumah dan istirahat. Lewat pukul 8 pagi, saya berangkat lagi ke pelabuhan.
“Ini Kirana Pak, Rucitra 7 biasanya ada di sana, belum datang,” kata seseorang, mungkin petugas pelabuhan, yang ada di sana.
Saya pun menuju di tempat yang ditunjuk petugas itu. Tampak dua orang laki-laki ada di sana. Saya kemudian bertanya kepada dua orang ini apa betul KM Dharma Rucitra 7 ada di situ.
“Ya, informasinya di sini. Belum datang,” katanya. Setelah ngobrol sebentar, ternyata mereka juga penumpang yang sama. Mereka dari Kalimantan Utara, akan menuju ke Tuban Jawa Timur, juga naik kendaraan.
Kemudian muncul pengendara Yamaha NMax modifikasi. “Belum datang ya?” tanya dia. Belakangan saya mengenalkan diri, beliau adalah Pak Jarwo dan istrinya. Seorang pensiunan dan peturing suami istri usia lanjut. Kali ini akan menuju Maumere Nusa Tenggara Timur.
Dari sanalah saya banyak mengobrol dan bercerita sambil menunggu kapal tiba. Tepat pukul 10 pagi kapal tiba dan sandar menurunkan muatan.
Setelah agak menunggu lama, jadwal di aplikasi kembali berubah. Kapal berangkat pukul 14.00 siang. Lantaran perut terasa lapar, siang itu saya kembali lagi pulang ke rumah untuk makan siang.
Boarding Pass
Tepat pukul 14.00 saya masuk kapal. Ada petugas Check-in yang memeriksa tiket dan kelayakan naik kapal dengan menunjukkan Sertifikat Vaksin Booster atau e-Hac. Nah, di sinilah saya ditagih tiket penumpang.
“Kendaraan saja Pak? Tiket penumpangnya mana?” katanya.
Saya diminta membeli tiket langsung pada petugas tersebut, cash, lebih mahal 25 ribu dibanding tiket di aplikasi, menjadi 460 ribu sekian. Saat masuk jadwal keberangkatan tersebut, tiket sudah tidak dapat dibeli di aplikasi.
Petugas langsung mencetak Boarding Pass Penumpang dengan alat semacam EDC yang dia bawa. Saya mendapatkan dua lembar, satu untuk kendaraan, satu untuk penumpang. Jadi total harga tiket 960 ribu per-kendaraan dan satu orang penumpang.
Boarding Pass selalu dibawa dan jangan sampai hilang. Boarding Pass akan diperiksa petugas ketika menempati ruang tidur ekonomi ber-AC dan mendapatkan makan sebanyak 4x selama perjalanan sampai tujuan.
Pertama kali naik kapal, saya mendapati penumpang yang menggelar tikar di dek untuk istirahat. Saya tanya petugas apakah ada kamar? Saya ditunjukkan kamar dengan jumlah orang cukup banyak. Saya menduga sudah penuh.
Saya kemudian mencari kamar, dan mendapati ruang karaoke. Seorang penumpang ada di dalam ini sedang istirahat. Saya pun juga istirahat di dalam ruang karaoke. Panas, pendingin tidak menyala.
Nah, di saat inilah para penjual kaki lima menjajakan makanan menawarkan kepada para penumpang. Seorang ibu-ibu pertama kali menawarkan nasi bungkus kepada saya. Lantaran masih terasa kenyang makan siang di rumah, saya mengabaikannya.
10 menit kemudian ibu ini datang lagi, tapi tidak jadi menawari saya karena sebelumnya sudah ditawari. Kali ini saya yang panggil dia. Satu bungkus plastik nasi hangat lauk udang saya beli. 15 ribu saja.
Ibu ini minta dibeli dua bungkus sekalian seharga 25 ribu saja. Saya kuatir perut tidak muat. Ia melihat muka saya berkeringat, gerah di ruangan agak panas. Ia lalu menunjukkan kamar tidur yang baru dibuka, persis di belakang ruang karaoke.
Ruang Tidur
Alhamdulillah. Akhirnya saya dapat kamar tidur. Namanya ruang Ibu dan Anak. Ada ruang menyusui juga. Lho kok? Entahlah, ruang ini ada juga laki-lakinya. Mungkin keluarga juga.
Saya memilih agak pojok sesuai yang ditunjukkan seorang Bapak. Persis di atas saya orang yang sama ketika bertemu di ruang karaoke. Dia penumpang dan membawa mobil.
Di ruang ini masih ada tempat tidur yang kosong. Hanya satu malam saya berada di tempat tidur ini. Pagi hari saya pindah tempat tidur di sebelah karena ada banyak kutu, maaf, kecoak kecil yang hidup di bawah lapisan tempat tidur. Dia hidup berkoloni di situ.
Di tempat tidur yang baru pun saya menemukan banyak kutu. Saya kuatir ketika sedang tidur, kutu diam-diam merambat masuk di telinga, mulut, dan hidung saya. Saking paniknya, saya mengoleskan minyak kayu putih di bagian leher, telinga, dan kepala.
Saran saya: Sebaiknya semua tempat tidur itu perlu disemprot dengan pestisida sebelum digunakan kembali. Baik tempat tidur di bagian bawah maupun yang di atas. Saya baru saja mengirimkan pesan ini melalui email surabaya@dlu.co.id perihal Kritik dan Saran. Semoga ada tindak lanjut.
Kegiatan Selama di Kapal
Lantaran tidak ada signal telepon genggam, kegiatan yang saya lakukan adalah melamun dan tidur. Yah, sangat membosankan. Ingin bermain ponsel, tapi kuatir baterai habis. Tapi pada akhirnya bermain ponsel juga, terutama memanfaatkan fitur kamera dengan memotret suasana di sekitar kapal.
Saya melihat, selama perjalanan banyak penumpang yang berdiam diri dengan menonton televisi. Saya sendiri sesekali menonton televisi bila ada yang menarik, seperti film lucu Mr Beans.
Syukurnya ada ruang karaoke yang disediakan musik untuk hiburan gratis. Hiburan ini hanya dibuka setelah Isya sampai pukul 10 malam. Setelah itu bubar. Dan di malam terakhir menjelang tiba di Surabaya digelar pentas yang menyediakan hadiah undian gratis. Salah satu keluarga yang tinggal sekamar mendapatkan hadiah tas koper tanggung. Lumayan.
Mendekati Selat Madura, menjelang Subuh, Senin (15/8), mulai tampak signal telepon seluler yang berasal dari Gresik. Saya bisa mengecek posisi lewat Google Maps ada di sekitar Mercu Suar Bangkalan. Kapal parkir sekira 1 jam di tengah selat. Alhamdulillah, pukul 7 pagi saya turun di Surabaya langsung menuju tempat tujuan.