
Melihat IKN lebih dekat di Titik Nol Nusantara. dok. pribadi
Setelah sekian lama keinginan itu terpendam, Alhamdulillah akhirnya bisa melihat dari dekat pembangunan IKN, Minggu (15/10).
Bukannya tanpa sebab. Kunjungan ini cuma mampir setelah bertemu dengan seorang teman yang sedang mengerjakan project di sana.
“Aku onok rong ulan nok kene,” katanya dengan logat Surabaya.
Dia seorang Insinyur. Punya gelar Ir dari PII. Kerjaannya seputar membangun bendungan dan irigasi skala besar. Mungkin kelas A.
“Aku baru kali ini ke sini, ya tujuannya mau ketemu sampean. Terus mampir IKN foto-foto sebentar, lanjut ke Samarinda,” kata saya ke dia.
Benar. Saya cuma sebentar mampir IKN. Mungkin tidak sampai 10 menit setelah dapat beberapa cekrek foto di Titik Nol Nusantara.
Kok sebentar?
Lha, sebenarnya pingin juga merasai kemahnya Pak Jokowi, tapi suasana saat itu sangat panas. Terasa kepala ini keluar keringat sak-jagung-jagung.
Lagian, saya harus mengejar waktu ke Samarinda. Ternyata, IKN – Samarinda lebih jauh daripada IKN – Balikpapan. Syukurnya, jalanan cukup mulus.
Wush… berdua boncengan dengan ibunya anak-anak, saya meluncur ke Samarinda. Rasanya jauh sekali. Gak habis-habis.
Selama perjalanan itu saya membayangkan IKN akan memiliki area yang sangat luas. Luas sekali.
Dari informasi yang saya dapat, kelak di tahun 2045 IKN akan dihuni sekitar 2 juta orang. Daerah ini terkenal dengan nama Kecamatan Sepaku. Ada Semoi.
Dua juta orang itu setara dengan jumlah penduduk Surabaya tahun 1995 hehe… sekarang hampir 3 juta. Luasnya 335,28 km persegi. Sedangkan IKN 2.561,42 km persegi.
Artinya, saya mencoba membayangkan seperti apa perubahannya kelak jika diproyeksikan akan menjadi Smart City.
Coba bayangkan. Luas banget ya kan?
Alhamdulillah. Pulang sampai rumah malam hari pukul 20.30 WITA. Saya hitung jarak perjalanan pulang pergi pakai Google Map, wow… ternyata lewat 350 km.
Foto dokumentasi.




