Pertengahan Agustus 2022 lalu saya berkesempatan melakukan perjalanan jauh dari Balikpapan menuju Semarang dengan berkendara, baik lewat laut, darat, dan udara.
Sebenarnya di zaman sekarang ini transportasi sudah begitu mudah. Siapa pun bisa saja memesan tiket pesawat dan terbang, lalu sampailah di tempat tujuan. Selesai. Tanpa banyak cerita.
Tapi, bagi saya kali ini tidak mudah. Saya harus merencanakannya jauh hari, mulai dengan mencari waktu yang tepat, mengajukan cuti, menyiapkan kendaraan, mempelajari rute yang belum pernah saya lewati, menyiapkan bekal, servis kendaraan, dan sebagainya.
Bahkan, ada ucapan sebelumnya yang sampai saat ini terngiang di kepala. “Naik apa? Motor? Alaaah… prethel! Iling umur, Bro!”. Begitulah, tidak sedikit yang mencoba memberi nasehat dengan maksud ingin menguatkan, tapi tidak sadar seperti melemahkan.
Ada begitu banyak alasan sehingga saya harus memutuskan melakukan perjalanan ini. Mengarungi lautan sejauh lebih dari 800 kilometer dalam waktu 36 jam. Dilanjutkan perjalanan darat dengan sepeda motor matic 110 cc sejauh lebih dari 300 kilometer dalam waktu lebih dari 10 jam.
Memangnya enak cari pegal-pegal bokong panas begitu? Mending tidur saja di rumah main gim, ya kan? Panggil Gosend suruh kirim dan bayar. Beres bukan? Ah, kaum mendang-mending. Ini nih yang harus ditendang jauh-jauh masuk gawang.
Nah, dalam perjalanan jauh tersebut ada banyak kisah untuk diceritakan. Salah satunya, saya bertemu dengan seorang pensiunan yang sangat bahagia. Sejak 2014 yang lalu mulai melakukan perjalanan wisata mendaki gunung bersama anak dan istrinya. Beliau adalah Pak Sujarwo (63).
“Mau ke Maumere, NTT,” katanya, ketika pertama kali bertemu di Pelabuhan Semayang Balikpapan sedang menunggu Kapal Motor Dharma Rucitra 7 menuju Surabaya.
Pak Jarwo bersama istri dan teman pensiunan suami istri juga berencana keliling NTT dengan Yamaha NMax. Saya geleng-geleng kepala heran melihat mereka berempat. Maklum, usia mereka sudah bukan terbilang muda. Sudah di atas 60.
Bukan hanya itu, saya juga bertemu dengan seorang suami istri yang juga sama-sama menjadi penumpang. Melihat mereka, saya seolah hanya melihat tekad dan semangat yang kuat.
“Mau ke Tuban, dari Samarinda,” katanya. Tapi begitu saya mengetahui plat nomor motor matic-nya adalah KU, bukan KT, apalagi W atau S, saya jadi penasaran ini pasti bukan plat nomor Samarinda.
“Iya, dari Tanjung Selor Kalimantan Utara, Berau masih ke utara sana. Kemarin mampir dulu di rumah keluarga di Samarinda, lanjut kesini tadi malam,” kata istrinya sambil menggendong anak yang masih balita.
Ya Allah, dari sana ke Balikpapan naik motor? Itu mah jauh banget, bisa ribuan kilo melalui jalanan off-road, dalam waktu yang berhari-hari. Itu seperti keliling di pelosok-pelosok Indonesia. Semoga Allah paring aman selamat lancar sampai tujuan.
Loh. Bukannya perjalanan seperti itu sudah hal yang biasa? Sudah banyak orang pulang dan pergi ke beberapa daerah di pelosok-pelosok di seluruh Indonesia, ya kan? Apalagi nenek moyang kita seorang pelaut, betul? Bukan kaum rebahan yang tinggal sim salabim, ya kan?
Okey. Mungkin bagi sebagian orang yang sudah terbiasa mengelana mengembara di hutan dan pegunungan, di lautan dan di udara. Perjalanan seperti itu hari ini adalah lumrah dan bukan hal yang istimewa lagi. Para pengelana dan pengembara sejati itu bahkan tidak perlu menjadikannya cerita yang mendrama-drama, yang membuatnya menjadi viral dan terkenal.
Apalagi mereka bukan YouTuber yang mencari uang dari kisah perjalanan mereka mengarungi lautan, ribuan kilo jalan dan gunung dilalui. Barangkali setelah menjadi YouTuber malah keasyikan sering buat konten, ups… 😃
“Ini foto-fotoku bareng anak istri, ini video di Rinjani, ini di Semeru, ini di Latimojong Sulawesi, ini…” kata Pak Jarwo menunjukkan dokumentasi ratusan foto dan videonya yang disimpan di telepon genggamnya. Wah, saking banyaknya dokumentasi itu sampai saja saya tidak hafal di mana saja tempat yang sudah dan belum dikunjunginya.
“Ya, ini untuk dokumentasi pribadi saja,” kata Pak Jarwo.
Tentu saja, saya merasa istimewa bisa ditunjukkan foto dan video pribadi tersebut. Ini merupakan penghormatan bagi saya bisa melihat kisah perjalanan keluarga ini.
Diceritakannya, suatu ketika pernah pulang pergi Touring menuju Kab. Berau melalui jalan off-road bonceng dengan istri. Karena jalanan lumpur tanah liat licin, sempat juga tiba-tiba terjatuh terpeleset. Sret! Bukan itu saja. Pak Jarwo punya banyak cerita yang mengharu-biru.
Mendengar cerita dan melihat pengalaman tersebut, darah saya seperti mendidih 100 derajat Celsius! Dada saya terasa berdetak kencang. Wow! Luar biasa! Saya merasakan apa yang saya lakukan saat ini terasa belum ada apa-apanya. Masih ecek-ecek, Bro! Masih perlu banyak belajar dari mereka.
Misalnya saja, saya bisa merasakan betapa melakukan perjalanan berdua dengan istri itu penuh perjuangan. Kalau saja terjadi perselisihan di tengah jalan, misalnya, si istri bisa-bisa pulang sendiri jalan kaki itu, eh… 😃
Ehem… baru boncengan di dalam kota, misalnya, sudah beberapa kali saya dipukul dicubit istri. Dia suka kaget ketika saya menoleh sedikit. Awas! Sambil nabok pinggang atau cubit. Lihat-lihat dong! Di depan itu ada mobil! Beugh… padahal mobil di depan masih jauh.
Belum lagi jika Touring perjalanan jauh sampai menemui jalan buntu di ujung sana. Ceritanya, saya pernah Riding berdua dari Balikpapan menuju ke Bontang. Di tengah jalan pintas, saya tersesat mengarah menuju Muara Kaman. Gara-gara sinyal melemah lalu menghilang. Saya kehilangan peta petunjuk jalan dan tak bisa berbuat banyak. Maklum, ini daerah pelosok.
Terus, apa yang dilakukan istri? Yup, satu-satunya senjata adalah minta pulang balik. Pulang! Ergh… gak jadi Touring ke Bontang, ya kan? Padahal sudah jauh. Wkwk…
Kadang saya terinspirasi dengan apa yang dilakukan Mario Iroth keliling Amerika Selatan hingga Kanada dan Alaska berdua dengan pasangannya. Apakah mereka tidak pernah berselisih di jalan?
Oleh karena itu, saya merasa mendapat semangat baru dari Pak Jarwo dan istri, juga pemotor dari Tanjung Selor untuk terus melanjutkan perjalanan. Terus semangat menempuh ribuan kilo sampai tiba di Kota Semarang dengan selamat.
Sayang, dalam perjalanan darat tersebut, saya tidak bisa mampir ke mana-mana seperti saran Pak Jarwo untuk menyampaikan salam singgah di kediaman Pak Sutoyo, temannya sesama pensiunan yang kini tinggal di Jawa. Saya cukup sulit walaupun sekadar mampir belok kiri di rumah teman-teman, Gok Mad, Romy Ardian Yulianto, Choirul Huda, Bambang Beol, di sepanjang rute yang saya lalui.
Saya harus fokus pada tujuan yang sudah saya rencanakan sebelumnya agar segera tiba di tempat tujuan dan menyerahkan motor untuk digunakan si sulung kuliah. Selama perjalanan, bayangan wajah anak dan istri yang telah menunggu di Semarang selalu terbayang, cieee…
Demikianlah, ada banyak catatan yang mungkin bisa saya ceritakan, berharap semoga menjadi manfaat. Tapi mungkin sebagian catatan biarlah hanya untuk saya simpan saja. Saya bersyukur dalam perjalanan tersebut semuanya dalam keadaan aman selamat sehat dan lancar. Tentu saja ini adalah privilege atau keistimewaan dari yang Maha Kuasa. Semoga barokah.
Everybody has a story to tell.