
Pemudik motor. Foto: istimewa

Mudik atau pulang kampung di Indonesia sudah menjadi tradisi yang melekat. Google pun menandainya dengan Doodle, dan media internasional seperti Time pun takjub dan mengulasnya. Momentum lebaran dan liburan panjang ini digunakan bukan saja oleh umat Islam, tetapi juga oleh umat agama lain untuk bersilaturahim kepada orang tua, melepas rindu kepada handai taulan dan keluarga di kampung halaman.
Banyak orang merelakan hartanya yang dikumpulkannya selama belasan bulan, hanya untuk membeli tiket pesawat, kereta, bus, kapal, atau moda angkutan apapun untuk sampai tujuan. Banyak orang tetap rela berdesak-desakan di stasiun, terminal, pelabuhan, atau bandar udara menjelang lebaran.
Di dalam kendaraan pun mereka rela berjibaku. Saling bertukar aroma amonia dan kecut peluh tubuh antar penumpang. Bahkan rela menahan napas dan mental sekadar untuk bertahan, menahan haus dan lapar demi sampai ke tempat tujuan.
Bukan hanya itu, dalam perjalanan pun mereka masih rela bermacet-macet di jalan, bahkan berdiam diri di dalam kendaraan selama belasan jam, seperti yang pernah terjadi di Palimanan setahun yang lalu.
Akankah mereka jera? Sepertinya tidak.
Seperti yang pernah saya rasakan. Ketika itu pesawat yang akan kami tumpangi, delayed, dari pagi sampai tengah malam. Itu terjadi dua tahun yang lalu di Balikpapan. Saat itu, suasana sangat kacau. Penumpang berebut naik pesawat yang bukan seharusnya. Petugas pun berusaha keras mencegahnya. Aksi dorong dan adu kuat pun terjadi.
Sungguh, hal itu membuat kami lelah dan lapar, meski maskapai berkali-kali menyebarkan makanan kotak. Namun, semua lelah dan lapar itu seketika hilang berganti suka cita tatkala kembali bertemu orang tua dan kerabat. Kami pun kembali mudik di tahun berikutnya.
Apa yang saya rasakan ketika dalam perjalanan mudik, saya kira sama saja dengan apa yang dirasakan orang-orang umumnya. Orang-orang itu tidak pernah jera atau kapok tidak mudik lagi. Mereka memiliki tekad kuat dan sangat menikmati perjalanan mudiknya masing-masing.
Oleh karena itu, tak heran, tradisi tahunan ini pun kembali terulang menghiasi media massa. Masyarakat kembali berbondong-bondong, mudik. Tak peduli mahalnya tiket pesawat, meski kembali menyumbang inflasi daerah.
Pemerintah pun tak ambil diam. Terus berpikir dan bekerja menyediakan fasilitas bagi rakyat. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 184 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta Tahun 2017, mulai 23-30 Juni. Ini berarti, masa cuti lebih panjang dari jadwal di kalender tahun ini. Libur panjang ini menjadi salah satu cara pemerintah mengurai kemacetan. Begitu lah peliknya mengatur banyak orang yang berbeda-beda.
Nah, mau ikutan mudik?
Okay. Siapkan segalanya, termasuk bekal, fisik, kendaraan, dan mental. Jangan lupa bekali juga dengan doa. Semoga Allah melindungi dan memberikan keamanan keselamatan kelancaran sampai di tempat tujuan. Dan semoga Allah memberikan keberkahan. Aamiin.
Sudah siap? Yok, mari kita mudik…