Senin (15/5) kemarin sy ke Samarinda dari Balikpapan bersama seorang teman, sebut saja Dona, cowok. 😀
Awalnya sy minta diantar mobil, tapi setelah banyak pertimbangan, akhirnya sy putuskan untuk touring saja. Sekali-sekali mengulang kembali seperti dulu. Dona pun setuju.
Untuk itu, hari Minggu (14/5) siang saya masukkan motor ke bengkel service lebih dulu untuk tune-up, ganti oli, cek rantai, sampai spakbor semua diberesin. Setelah itu, sore sy test bonceng istri jalan-jalan keliling kota.
Esoknya, tepat jarum jam menunjuk setengah sepuluh, sy meluncur dengan bekal sebotol kopi bikinan ibunya anak-anak.
“Jangan ngebut loh…” bisik ibunya anak-anak.
Entahlah. Mungkin benar atau tidak. Biasanya, jika istri bilang ‘jangan’, maka suami itu seperti merasa mendapat perhatian dan malah tertantang. Mirip seperti anak kecil. Kalau dibilang jangan, eh… malah tambeng (Jawa), dan malah diteruskan. Aneh.
Nah. Poros Balikpapan – Samarinda itu menggoda banget, seperti wanita bahenol. Suasana lengang, lebar, mulus, dan cuaca cerah jelas bisa membuat siapa saja yang punya adrenalin akan terpacu naik. Coba deh. Kulirik speedmeter sempat lewat 100 kpj. Ini sudah termasuk ngebut!
Tapi anehnya, lha… aneh kan, sy tidak merasa ngebut. Sebab, beberapa kali motor matik kecil malah lebih kencang daripada sy, wush! Apalagi beberapa rider motor besar malah lebih kencang! Brruummm… menggelagar luar biasa. Mereka sepertinya mudah melewati iring-iringan panjang mobil di depannya. Mak set set set… wush! Lalu menghilang jauh…
Alhamdulillah. Tak terasa sampai juga di Masjid Muhammad Cheng Ho di Loa Janan Kutai Kartanegara ini. Berhenti sebentar untuk minum dan cek kembali kondisi motor.
Omong-omong. Masjid ini bersih dan terawat. Sangat nyaman. Arsitekturnya standar saja seperti gedung pada umumnya. Hanya saja warnanya merah khas Tiongkok. Kalau tidak cermat, orang bisa mengira itu Kelenteng.
Kabarnya, pendiri masjid ini bulan lalu juga sedang membangun masjid serupa di Samarinda. Kalau tidak salah, masjid baru tsb akan memiliki arsitektur tradisional khas negeri tirai bambu, dilengkapi menara, areanya lebih luas, dan juga diberi nama Cheng Ho. CMIIW.
Sesampai di Samarinda, sore itu sy langsung kembali ke Balikpapan. Kaget juga setelah melihat speedmeter. Ternyata, pulang pergi jarak tempuhnya lewat 250 km! Ckckck…
Alhamdulillah. Semua itu peparing Gusti Allah. Syukur kembali dalam keadaan sehat, aman, selamat, dan lancar. Semoga Allah paring manfaat barokah. Aamiin.