Alhamdulillah. Sejak sepekan yang lalu saya sudah melakukan pengisian Sensus Penduduk 2020 (SP20) Online. Dan baru hari ini menyelesaikan pengiriman data sensus orang tua. Sebelumnya, saya juga ikut menyebarkan pemberitahuan lewat media sosial, seperti yang dilakukan Presiden Jokowi, agar masyarakat mengisi Sensus Penduduk di laman https://sensus.bps.go.id.
Tapi, sejauh ini tidak ada tanggapan atau komentar apapun dari orang-orang yang mungkin membaca dan mengetahui informasi yang sudah saya sebarkan tersebut.
Mungkin bisa jadi tidak semua masyarakat memiliki pemahaman yang sama seperti orang yang sudah memanfaatkan SP20 Online tersebut, itu pertama. Kedua. Ada pula yang bertanya-tanya, apa manfaatnya bagi saya mengisi Sensus Penduduk Online? Ketiga. Apa semua masyarakat memiliki kemampuan yang sama perihal memanfaatkan teknologi Internet? Keempat. Mengapa tidak pemerintah sendiri turun ke masyarakat melakukan pendataan door-to-door? Dan mungkin segudang pertanyaan lain.
Sedikit membantu menjawab empat pertanyaan tersebut menurut versi saya sebagai penduduk yang disensus. Saya sendiri bukan orang pemerintah atau BPS. Saya bukan petugas sensus atau ASN/PNS. Saya hanya penduduk biasa seperti Anda.
Tujuan saya menggunakan SP20 Online sebenarnya sepele saja, hanya untuk mengecek keberadaan data saya apakah sudah masuk database nasional atau belum. Saya punya pengalaman ketika Pilpres 2019 yang lalu. Pada tahun 2018, saya masih menemukan data saya sehingga saya merasa tenang bisa ikut mencoblos memberikan suara. Namun, usai pemutakhiran data, tiba-tiba keberadaan data saya hilang dari database nasional. Setelah saya telusuri ternyata gegara saya pindah domisili. Saya telah mencabut data saya di domisili asal, tetapi belum mengurus atau baru mengurus di domisili baru. Syukurlah, setelah mengurusnya dan keluar KK baru tersebut saya bisa ikut Pemilu 2019 yll.
Selain untuk mengecek keberadaan, SP20 bagi saya untuk sarana belajar bagaimana mengisi data Sensus Penduduk dan seperti apa tools dan sistem yang digunakan. Maklum, rasanya baru kali ini saya ikut mengisi sensus penduduk. Padahal sensus penduduk itu setiap 10 tahun sekali. Di tahun 1980, 1990, dan 2000 data sensus dari orang tua. Di tahun-tahun itu saya mungkin tidak begitu peduli karena masih ‘anak-anak’ dan itu saya pikir menjadi urusan orang tua. Sedangkan tahun 2010 seingat saya ada petugas yang datang ke rumah melakukan sensus dan dilayani mungkin oleh istri saya. Baru tahun 2020 ini saya sendiri yang mengisinya.
Dari itu semua, muncul pertanyaan-pertanyaan susulan. Sebenarnya untuk apa sih sensus penduduk itu? Saya kemudian mendapat jawaban paling penting bahwa sensus itu sebenarnya untuk satu data kependudukan Indonesia, untuk proyeksi penduduk, dan untuk indikator SDGs. Tujuan sensus penduduk kali ini terasa berbeda dengan sensus penduduk di tahun-tahun sebelumnya.
Perbedaan yang paling mencolok adalah pada Sensus Penduduk 2020 Online ini tak ada petugas yang datang menyisir dari rumah ke rumah. Dengan Sensus Online ini berarti masyarakat melakukan Sensus Mandiri. Sensus Mandiri dilakukan sebagai persiapan jika kelak di Indonesia harus diberlakukan sistem registrasi, penduduk yang mencatatkan diri untuk mendapatkan nomor identitas yang akan menjadi dasar hubungan warga dengan negara, semisal dalam urusan pajak atau memperoleh bantuan sosial.
Nah, soal satu data kependudukan Indonesia, melalui Sensus Mandiri ini data kependudukan versi Dukcapil (data de jure) juga akan diuji. Idealnya, data dari sensus penduduk ini (data de facto) bisa mengkonfirmasikan data Dukcapil. Namun, ketidaksesuaian bisa saja terjadi. Data Dukcapil adalah hasil laporan mulai dari RT, RW, dusun, desa/kelurahan, dan seterusnya, yang bisa saja tidak sesuai dengan kondisi de facto. Dengan demikian, hasil sensus ini diharapkan memberi masukan bagaimana data Dukcapil harus disempurnakan.
Oleh karena itu, dengan sensus ini diharapkan mengurangi kesenjangan antara data de facto dan de jure. Kesesuaian keduanya adalah isu penting sebagai pelaksanaan Amanat Pasal 1 Ayat (12) UU Nomor 01/2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa NIK sebagai nomor identitas (single identity number) semua warga negara. Untuk itu, Sensus Penduduk 2020 ini memiliki tema “Satu Data Indonesia”.
Sedangkan untuk proyeksi penduduk, dengan sensus ini dapat dilihat gambaran dan kondisi saat ini. Misal, jika proyeksi terjadi tahun 2015, maka saat itu ditemukan angka perkiraan penduduk Indonesia sejumlah 318,9 juta jiwa. Dari data tersebut, 20 persen di antaranya lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun. Dengan demikian, berdasarkan data proyeksi tersebut perlu antisipasi bagaimana menghadapi situasi ketika 20 persen penduduk tidak produktif. Menurut saya, ini menarik dan akan lebih bagus lagi jika diolah menggunakan Data Mining untuk menghasilkan pengetahuan, bukan sekadar informasi statistika saja. Dengan pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan pola antisipasinya.
Sementara untuk Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), ini panjang penjelasannya. Yang jelas, program ini dicetuskan oleh PBB. Jadi ini program kesepakatan pembangunan seluruh negara-negara di dunia.
SDGs adalah rencana aksi global dengan fokus untuk mengakhiri berbagai masalah di dunia seperti masalah kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. SDGs punya 17 target tujuan dan 169 target yang terukur, yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. SDGs juga berlaku untuk seluruh negara secara universal sehingga seluruh negara punya andil dalam pencapaian tujuan dan target-target SDGs.
Berbeda dengan Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir 2015 lalu, tujuan dari SDGs jauh lebih ambisius dan komprehensif. SDGs menyatukan prinsip kesejahteraan untuk umat manusia melalui prinsip no one left behind atau Tidak Meninggalkan Satu Orangpun. Artinya, harus didukung oleh semua pemangku kepentingan pembangunan atau Stakeholders. Prinsip ini menekankan keterlibatan seluruh aktor pembangunan selain Pemerintahan yakni Civil Society Organization (CSO), sektor swasta, akademisi, dan semuanya.
Lah, itu kan tugasnya Negara?
Tidak. Semua harus terlibat. Termasuk saya yang saya sebut di atas sebagai penduduk biasa. Karena saya juga butuh pembangunan yang berkeadilan dan beradab. Bagaimana caranya? Salah satunya ya dengan mengisi Sensus Penduduk 2020 Online ini dengan jujur memberikan data sesungguhnya. Kenapa harus jujur? Karena jika tidak dengan sesungguhnya, dimanipulasi, maka risiko-risikonya akan kembali pada diri sendiri. Misal, nama asli di sensus Paijo, tapi di Dukcapil Paijong. Cukup mampu secara ekonomi, tapi ditulis miskin.
Ok, tapi saya tidak bisa menggunakan Internet alias gatek, gagap teknologi?
Zaman sekarang sudah semakin banyak yang mahir menggunakan Internet. Berdasar data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ini menunjukkan hampir 65% pengguna Internet Indonesia dari jumlah penduduk. Padahal tahun 2017 hanya sekitar 55%. Ini berarti trend-nya juga meningkat dari tahun ke tahun. Adapun sisanya kemungkinan memang tidak memiliki kemampuan akses, entah karena persoalan teknis atau sebab lainnya. Untuk itu, masyarakat yang telah mahir Internet diharapkan memberikan bantuan maupun edukasi yang baik kepada kelompok masyarakat lainnya.
Baik. Setelah mengisi data sensus, apakah ada jaminan aman dan tidak dimanfaatkan pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab?
Soal keamanan ini setidaknya ada dua sisi yang kiranya perlu diperhatikan. Pertama dari pengguna itu sendiri, apakah telah melakukan pengamanan sendiri baik saat menyiapkan data, memasukkan dan menyimpan data, maupun pasca menyimpan data pribadi tersebut? Kedua dari sisi penyedia yakni sistem sensus. Dalam situsnya, BPS menyebutkan bahwa kerahasiaan data yang telah diberikan oleh pengguna dijamin oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
Mudah-mudahan tulisan panjang ini bermanfaat.
Semoga Allah paring barokah. Aamiin.