Tempo hari saya diprotes ibunya anak-anak gegara pas berbicara di depan banyak orang, saya mengatakan, “Ibu-ibu bapak-bapak, mengaji itu setiap saat, bukan saja saat mengaji seperti ini, ada guru, ada kitab, dan kita sebagai murid menyimak. Tetapi mengaji itu juga kita jalankan setiap saat. Mulai dari bangun tidur, keluar rumah, sampai di tempat ini,” kata saya.
Rupanya hal ini diprotes ibunya anak-anak. “Kan biasanya tidak begitu, mengaji itu ya sudah cukup ada guru, kitab, lalu murid,” begitu kurang lebih sanggahnya. “Ntar dibilang orang apa loh nanti…” tambahnya dengan rasa kuatir.
Betul. Mengaji itu harus berguru. Dengan berguru, sanad terus berlanjut dari sumber aslinya sehingga orang tidak asal berbicara tanpa mengetahui asal usulnya, sebab musabab mengapa hal itu terjadi, bagaimana proses sesungguhnya, hingga solusi pemecahan masalahnya, bagaimana diimplementasikan di kehidupan sehari-hari, dan upaya-upaya kita untuk belajar memperbaiki diri di masa yang akan datang. Semua ini merupakan ikhtiar manusia mengapa perlu belajar.
Nah, dari uraian ini saja sudah menunjukkan bahwa mengaji itu terus dilakukan setiap waktu, sepanjang hayat, sepanjang hidup masih melekat pada diri kita. Dengan prinsip ini, orang akan berpikir kembali jika dia mengaji hanya satu bulan sekali, dua minggu sekali, satu minggu sekali, bahkan tiga kali dalam satu minggu. Semua hitungan itu akan dirasa sangat kurang. Kurang sekali.
Loh, kan capek mengaji terus?
Mengaji menurut bahasa ada tiga. Pertama, yang dimaksud mengaji adalah mendaras (membaca) Al-Qur’an. Kedua, mengaji adalah belajar membaca tulisan Arab. Dan ketiga, mengaji adalah belajar atau mempelajari.
Sedangkan yang dimaksud mendaras menurut bahasa Indonesia adalah membaca Al-Qur’an dengan lantang untuk berlatih melancarkan bacaan, belajar membaca Al-Qur’an, dan belajar (mempelajari, menyelidiki) dengan sungguh-sungguh.
Dengan demikian, mengaji itu dapat disimpulkan upaya kita belajar yang dilakukan terus menerus sampai faham, dikerjakan berulang kali sampai bisa, mendaras sampai lancar dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Hasilnya akan membekas dalam setiap laku dan perbuatan. Tanpa disadari, jika ini dikerjakan terus menerus akan menjadi kebiasaan dan menjadi karakter, watak, akhlak, atau budi pekerti.
Bagaimana caranya membiasakan diri mengaji?
Seperti yang saya katakan di awal yang menjadi polemik. Kita kerjakan mulai dari saat bangun tidur. Kita mengaji baik itu berupa ayat Qouliyah (Al-Qur’an dan Hadis) maupun ayat Kauniyah.
Secara singkat ayat Qouliyah berasal dari kata QOOLA yang maknanya adalah perkataan atau UCAPAN, yakni firman Allah dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah, termasuk juga yang tertulis dalam riwayat Hadis. Sedangkan Kauniyah berasal dari kata KAANA yang maknanya adalah bukti. Maksudnya, ayat-ayat Allah yang merujuk pada ciptaan-Nya. Dan manusia hendaklah menggunakannya sebagai landasan/pedoman untuk mempelajari dengan tujuan kemaslahatan manusia dan alam semesta. Ini semua sebagai wujud mempelajari Keesaan Allah, bahwa tiada Tuhan selain Allah. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Maka, tidak heran ketika saya katakan mulai bangun dari tidur, sebagai seorang muslim akan mengawalinya dengan ucapan Hamdalah, atau lebih panjang lagi dengan ucapan seperti “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur”. Artinya, Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali.
Jika lafal doa bangun tidur tersebut tidak hafal, atau tidak tahu, atau tidak mengerti artinya, maka bukankah dengan demikian kita akan berusaha mempelajarinya sehingga mengerti dan memahaminya dengan cara mendaras, mengaji? Begitu juga dengan berdoa ketika keluar rumah misalnya. Di jalan raya, kita akan melihat situasi dan kondisi di sekitar kita. Apa yang kita lihat secara alam bawah sadar akan terbaca di pikiran dan secara tidak sadar kita akan berpikir tentang sesuatu yang kita lihat. Bukankah jika berpikir demikian, kita akan menemukan hikmah? Dan ini juga termasuk cara kita mengambil pelajaran?
Lalu, apa hubungannya dengan gambar berisi data di atas?
Gambar tersebut saya ambil dari situs PBB perihal salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) tentang Kesetaraan Pendidikan (Equality Education). PBB menunjukkan bahwa ada ratusan juta anak dan remaja yang kurang dalam kemampuan membaca (literasi) dan matematika. Lebih banyak lagi, ternyata orang dewasa memiliki kemampuan membaca yang juga kurang, dan dua pertiganya adalah wanita.
Sebenarnya masih banyak yang ingin ditulis, tapi saya pikir cukup dulu. Semoga Allah paring manfaat dan barokah. Aamiin.