
Revolusi industri dan pandangan masa depan. Sumber: Wikipedia
Hari guru di Indonesia diperingati setiap tanggal 25 November, tepat hari ini seperti tulisan ini ditulis dan diterbitkan. Pada peringatan hari guru, berbagai persoalan guru mengemuka kembali di tengah publik. Di antara persoalan guru itu adalah soal kesejahteraan. Mirip seperti hari buruh, yang selalu diperingati dengan, maaf, tuntutan kesejahteran.
Bukan itu saja. Sebut saja Hari Kemerdekaan. Meski tak banyak, sebagian masyarakat mengingatkan pada sebagian masyarakat yang lain, bahwa sudahkah mereka merdeka dengan sebenar-benarnya merdeka? Bukankah masih ada penjajahan dalam bentuk lain yang membuat masyarakat tidak begitu bebas merdeka?
Terlepas dari persoalan-persoalan tersebut, tulisan ini mengambil sudut pandang lain tentang hikmah hari guru. Bukan saja karena profesi penulis yang saat ini sebagai dosen yang juga merupakan bagian dari guru. Tetapi siapapun, bisa menjadi guru yang memiliki tugas mendidik, minimal untuk orang dekat dan keluarganya.
Undang-undang no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebut, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sedangkan Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dengan demikian, tugas guru maupun dosen adalah sama, yakni sama-sama mendidik. Bedanya dengan mereka yang bukan guru ataupun dosen adalah, meski sama-sama mendidik, namun mereka tidak memiliki bukti yang menunjukkan profesinya sebagai guru ataupun dosen. Artinya, mereka yang bukan guru ataupun dosen profesional, tidak memiliki tugas kewajiban dan tanggung jawab profesional.
Di antara tugas kewajiban itu adalah guru (pasal 20) ataupun dosen (pasal 60) sama-sama wajib meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Persoalannya, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat cepat. Hal ini mendorong siswa maupun guru menggali informasi dan pengetahuannya dari Internet. Sumber informasi yang melimpah, memudahkan guru dan murid menemukan sumber belajar dengan lebih mudah.
Meski demikian, kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan dari berbagai informasi di Internet ini kerap melebihi kemampuan guru dalam hal belajar dan mengembangkan diri. Belum lagi banyaknya distraksi yang mengganggu guru di sekelilingnya. Siswa pun tak jarang lebih dulu tahu dibanding gurunya. Akibatnya, muncul gap atau kesenjangan di antara keduanya.
Siswa terkadang merasa di ‘atas angin’ karena gurunya tidak memenuhi standar kebutuhan siswa untuk belajar. Sedangkan guru, menjadi kehilangan cara untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya di dalam mendidik dan mengajarkan hal-hal yang siswa sudah memiliki pengetahuan lebih banyak.
Untuk itulah, memasuki Era Industri 4.0 ini, guru maupun dosen terus didorong untuk meningkatkan kemampuan dan keahliannya di dalam menyerap ilmu dan pengetahuan lebih banyak. Baik melalui berbagai sumber media digital ataupun konvensional, melalui jejaring komunitas maupun jejaring sosial, meningkatkan kemampuan menulis, maupun mengikuti pelatihan dan peningkatan pengembangan diri lainnya.
Termasuk, cara-cara mendidik, metode belajar mengajar, mentransformasikan ilmu dan pengetahuan, guru dan dosen diharapkan dapat mengikuti perkembangan zaman. Salah satu cara mengajar saat ini, menurut Prof. Dr Djoko Kustono dari Universitas Negeri Malang, adalah mengubah gaya mengajar yang behavioristik menjadi konstruktivistik.
Salah satu kelebihan guru maupun dosen dibanding siswa adalah guru atau dosen memiliki modal dasar dan pengalaman lebih luas. Guru dan dosen juga dianggap — meski ini mungkin subyektif — memiliki sikap, kedewasaan, dan kebijaksanaan lebih baik dibanding siswa.
Kelebihan inilah yang, menurut penulis, bisa digunakan guru ataupun dosen untuk diajarkan kepada siswa. Harapannya, mereka mampu meneladani, mengimplementasikan dalam kegiatan keseharian, sehingga menjadi karakter siswa sebagai bekal untuk meraih masa depannya. Salah satu indikator mereka adalah hormat pada guru.
Era Industri 4.0 disebut lebih banyak membutuhkan pekerjaan-pekerjaan otomatis dan serba robot. Di era tersebut, diprediksi pakar dan ahli, lebih banyak menyerap pekerja yang mengutamakan memiliki karakter yang tidak dapat ditiru kecerdasan buatan dan robotika.
Selamat Hari Guru. Semoga bermanfaat dan barokah. Aamiin.
Referensi:
[1] The Fourth Industrial Revolution: what it means, how to respond