“Mas, si adek kaget kamarnya sudah bersih rapi,” kata ibunya anak-anak pagi tadi.
“Kamarnya si mbak juga rapi bersih,” katanya sambil senyum.
Ia sendiri mengaku tidak membersihkan kamar mereka berdua karena sejak pagi-pagi sudah aktif di dapur. Rutinitas pagi ia bersih-bersih dapur sambil menyiapkan wedang teh, kopi, dan sarapan.
“Sepertinya si mbak yang membersihkan kamarnya si adek,” katanya lagi.
“Oh, bagus sekali, mungkin dia sedang ada komitmen perubahan dalam dirinya mengawali tahun baru ini. Dimulai kamarnya sendiri, kemudian diam-diam membersihkan kamar si adek,” kataku.
######
Jika memang demikian, sebagai orang tuanya, tentu saja senang dan excited banget. Mungkin bagi sebagian orang, hal seperti ini, adik dan kakak yang akur dan saling bekerja sama, adalah hal yang lumrah dan merupakan kebiasaan sehari-hari, biasa saja. Tapi bagi sebagian yang lain, hal seperti merupakan prestasi yang perlu diacungi jempol! 😀
Pelajaran penting bagi saya ketika melakukan perjalanan mudik terjauh, terlama, dan dan ter-melelahkan — ketika bulan Juni 2018 di keluyuran Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan — adalah meminta mereka saling bekerja sama membawakan tas mereka sendiri. Kerja sama ini penting dan menjadi pelajaran berharga bagi kami.
Ceritanya. Sampai pada suatu ketika, di perjalanan tersebut saya menjadi emosi, kesal, melihat si kakak sulit diajak bekerja sama saling membantu membawakan tas besar. Saking kesalnya, saya sampai saja mengomel panjang menasehatinya. Namun, sesudah itu saya merasa menyesal dan menyadari telah berlebihan mengungkapkan kekesalan.
Terlepas dari itu semua, sebagai orang tuanya tidak henti-hentinya harus terus mendoakan yang baik-baik kepada mereka. Dalam setiap hembusan nafas selalu ada doa dan harapan, semoga Allah menjadikan mereka menjadi anak-anak yang saleh, hafal Alquran dan sunah, paham agama, memiliki budi pekerti yang luhur, mandiri, dan kelak memiliki hidup dan masa depan yang penuh barokah. Aamiin.
Saya kemudian teringat dengan apa yang pernah saya baca di antara beberapa buku. Namun, saya lupa pernah membaca buku tentang apa. Saya kemudian membongkar tumpukan buku-buku, mencari buku apa yang kira-kira pernah saya baca, yang di dalamnya menyebutkan tentang perubahan.
Yup, saya ingat. Judulnya Baper, Bawa Perubahan yang ditulis pak Rhenald Kasali. Di buku itu ia menyebut, ada dua jenis mindset manusia. Pertama, manusia yang memiliki Fixed Mindset. Maksudnya, mereka yang tak mau belajar hal-hal baru, yang tertinggal oleh zaman karena apa yang ada di Mindset mereka sudah baku.
Kedua, manusia yang memiliki Growth Mindset, yakni mereka yang terus belajar, tidak merasa tamat dan lulus sekolah.
Menurut pak Rhenald, perubahan memerlukan kita semua. Bersatu bergerak dan menyelesaikan. “Coba Anda bayangkan musik yang hanya ada pemain bass, kemudian bayangkan pula jika dilengkapi violin, bass, piano, drum, flute, dan sebagainya. Mana yang lebih indah?” sebut pak Rhenald.
Ya, tentu saja suara bass sendirian akan kalah indah untuk didengar jika dibanding dengan alat musik yang lengkap. Artinya, jika menginginkan perubahan dan dampak yang besar, maka baik orang tua maupun anak dalam sebuah keluarga tersebut harus menjadi tim yang solid. Saling mendukung dan bekerja sama yang baik untuk menghasilkan irama musik yang merdu dan enak didengar.
Tentu saja, pendapat pak Rhenald tersebut terkait dengan hal-hal baru soal perkembangan dan perubahan zaman, teknologi, ilmu pengetahuan, sosial, dan budaya. Perubahan-perubahan ini ia jelaskan dalam beberapa tulisan seperti ini dan itu, dan buku-bukunya seperti Change!, Driver, ataupun Self Disruption.
Perubahan-perubahan yang dimaksud bukan terkait dengan urusan agama. Misal, agama memerintahkan atau mewajibkan manusia melaksanakan salat wajib sebanyak lima kali dalam sehari. Kewajiban ini merupakan perintah yang diyakini berasal dari perintah Allah, Tuhan Yang Mahakuasa. Urusan agama seperti inilah yang saklek atau fixed, tidak bisa diubah atau mengalami disruption mengikuti zaman yang semakin berubah.
Namun demikian, ada hal-hal lain yang tak terkait agama seperti strategi perang atau teknik kawin silang tanaman kurma, seperti yang terjadi di zaman Rasulullah. Ini menunjukkan bahwa di zaman itu ilmu pengetahuan sudah berkembang baik. Meski Rasulullah adalah orang yang maksum (jauh dari dosa) dan al-amin (jujur, amanah, dapat dipercaya), namun terhadap urusan yang tidak terkait agama, Rasulullah menyerahkan sepenuhnya pada umatnya.
Menurut sebuah riwayat, Rasulullah mengatakan bahwa kalian (umat) lebih mengetahui urusan dunia kalian (umat) sendiri. Di dalam riwayat lain Rasulullah pernah menegaskan bahwa jika Rasulullah menyampaikan sesuatu yang bersumber dari Allah, maka Rasul meminta kalian (umat) menerimanya. Sebab, Rasulullah tidak berbohong mengatasnamakan Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung.
Di zaman kiwari (Sunda), atau zaman saiki (Jawa), zaman now (Inggris) atau zaman sekarang ini, hal-hal baru terkait perubahan-perubahan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan budaya perlu dipahami secara cermat, cerdas, dan bijaksana. Orang yang bisa melakukan ketiga hal ini disebut Smart People.
Dengan demikian, untuk menjadi Smart People di zaman kiwari ini bisa diawali dari hal-hal yang paling kecil untuk dikerjakan, terdekat di sekitarnya, dan hal yang remah-remah yang dikerjakan secara terus menerus dan memiliki kemampuan sustainability yang baik.
Sekian dulu. Semoga Allah paring manfaat dan barokah. Aamiin.