
Siang kemarin saya masuk warung langganan, Lontong Balap, untuk sekadar melepas kangen menikmati seporsi lontong cambah. Maklum, lama sekali tidak mampir makan lontong, makanan khas Suroboyo.
Masnya yang biasa berjualan sendirian, kini berdua dengan seorang wanita. Ia tampak tersenyum ketika saya datang dan kaget ketika wanita ini dengan cekatan mengambil alih masnya dan melayani saya.
Oh, saya jadi paham. Mungkin masnya baru menikah. Pengantin baru, biasanya masih merasakan senang-senangnya. Saya pun melepas senyum juga untuk masnya.
Sepiring lontong pun di meja, siap disantap. Di meja, selain ada sambel dan sate kerang plus sate telur puyuh, juga ada koran lokal Kaltim Post. Koran? Iya, koran yang di zaman sekarang ini tampaknya sudah terasa langka. Sebagian orang menyebut, media cetak, entah itu majalah, koran, hingga buku yang ditulis penulis terkenal mulai perlahan memasuki senjakala.
Tapi entah untuk warung ini. Menurutku, warung ini hebat. Disaat yang tak ada bahan bacaan, tapi ini warung yang mungkin bisa jadi satu-satunya yang masih berlangganan koran untuk para pelanggannya. Saya kenal warung ini kurang lebih dari 10 tahun yll, dan saat itulah ada koran yang dilanggan.
Baru saja membuka satu halaman opini, perhatian saya tertuju pada kolom tulisan yang ditulis penulis luar. Berjudul, Revlusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0.
Tulisannya cukup panjang. Setiap alinea yang kubaca membuat mata ini berkerut tajam. Tampaknya cukup berat. Satu kolom pembuka di muka halaman tersebut, ternyata lanjutannya melebar hingga setengah halaman koran. Duh…
Sementara seporsi lontong balap sudah habis, bacaan baru sampai seperempat halaman.
Ok deh, Masyarakat 5.0, saya catat dulu sambil bertahap mengumpulkan bahan.
Referansi:
[1] Society 5.0. Co-creating the Future. Keidanren
[2] Realizing Society 5.0