
Saat pembelajaran daring synchronous menggunakan Google Meet, Selasa (17/3). Foto: dok. pribadi
Sejak sepekan yang lalu, tepat tanggal 14 Maret 2020, intensitas persebaran Covid-19 di Indonesia diberitakan semakin meningkat. Ini ditandai berita tentang Menteri Perhubungan Bapak Budi Karya Sumadi tercatat sebagai pasien no 76 positif Covid-19. Masuknya Covid-19 di lingkaran pertama jajaran pemerintah seolah menjadi tanda bahwa pemerintah harus lebih serius lagi dan tidak memandang Covid-19 sebelah mata.
Esoknya, Presiden Joko Widodo melakukan press-release dan menghimbau agar masyarakat melaksanakan kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah, Minggu (15/3). “Para kepala daerah juga saya minta membuat kebijakan sesuai kondisi daerahnya menyangkut proses belajar dari rumah bagi pelajar/mahasiswa, kebijakan tentang sebagian ASN bekerja di rumah dengan tetap memberi pelayanan kepada masyarakat, dan menunda kegiatan yang melibatkan banyak orang.” tulis laman Facebook Presiden Jokowi.
Hari berikutnya, Senin (16/3), barawal dari Kemendikbud, kemudian Ditjen Dikti, LLDIKTI XI, hingga sampai pada Universitas Mulia, yakni perguruan tinggi tempat saya bekerja, masing-masing menerbitkan edaran dan mendorong pembelajaran daring (dalam jaringan atau online).
Mau tak mau, suka tidak suka, sebagai dosen dan mahasiswa harus siap melaksanakan pembelajaran daring. Ini semua dalam rangka Work-from-Home, Self Quarantine, dan Social Distancing yang didorong dalam surat edaran tersebut.
Syukurlah, saat ini teknologi sangat memungkinkan dilaksanakannya pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Ada banyak perangkat pembelajaran gratis yang saat ini tersedia dan bisa dimanfaatkan. Awalnya, saat itu saya masih berpikir keras akan menggunakan teknologi jenis dan cara yang mana. Bahkan di jejaring sosial tersebar diskusi dan informasi yang menyebutkan bahwa ada banyak saran dan pilihan teknologi yang dirasa lebih cocok untuk digunakan.
Saking banyaknya informasi tersebut, saya coba berpikiran tenang, hati-hati, dan sadar memutuskan tetap menggunakan Google Classroom. Ini lantaran selama ini saya merasakan Google Classroom sangat membantu menjadi sarana atau alat komunikasi daring, baik secara synchronous maupun asynchronous. Secara teknologi pun Google Classroom dan aplikasi pendukung yang ada di dalamnya, termasuk salah satu aplikasi Komputasi Awan (Cloud Computing) yang sangat andal dan mudah digunakan.
Alhamdulillah. Sesuai instruksi Bapak Rektor yang tertuang dalam surat tertanggal 16 Maret 2020, hari pertama dimulainya pelaksanaan kuliah online, Selasa (17/3) pagi jam pertama berjalan lancar. Ada kejadian lucu. Beberapa mahasiswa yang mengikuti kuliah online masih dalam kondisi di atas tempat tidur dan bantal. Ya, mereka ada kuliah menggunakan perangkat genggamnya sambil tidur-tiduran. Jelas, saya cukup santai melihat itu dan menanggapinya dengan bercanda.
Begitu juga kuliah online pada jam kedua maupun kelas online malam hari yang dibuka pukul 20.30 sampai dengan 21.30 waktu setempat. Semua berjalan tepat waktu sesuai dengan instruksi yang sudah saya edarkan di Classroom di awal pekan sebelumnya. Selain itu, menjelang pelaksanaan kuliah online, minimal 30 menit sebelum kelas dibuka, saya umumkan kembali untuk mengingatkan mereka mempersiapkan diri mengikuti, termasuk menyiapkan perangkat pembelajaran dan Internet.

Berdasarkan pengalaman dalam satu pekan ini, ada empat (4) tahap agar strategi pembelajaran berjalan sukses. Pertama, tahap persiapan kuliah. Pada tahap ini saya menyiapkan tools minimal laptop dan koneksi Internet, siapkan materi pembelajaran, presensi, dan jangan lupa saya sampaikan pemberitahuan atau pengumuman kepada audiens di Classroom agar mereka mempersiapkan diri.
Meski demikian, tercatat dalam sepekan ini beberapa mahasiswa tertinggal mengikuti kuliah karena mengaku Internet error dan ketidaksiapan lainnya seperti terlambat join atau bergabung masuk kelas, dan terlambat presensi online yang harus tepat pada waktunya. Hal ini terjadi biasanya jika menggunakan pembelajaran synchronous.
Kedua, tahap pelaksanaan kuliah. Hal yang perlu diketahui adalah waktu yang digunakan dalam pembelajaran daring synchronous biasanya tidak lama, yakni antara 30 – 50 menit. Sedangkan pembelajaran asynchronous memerlukan waktu yang panjang, bisa berhari-hari, satu pekan, bahkan satu bulan. Pelajari betul bagaimana pembelajaran daring synchronous dan asynchronous. Keduanya dibatasi waktu dalam satu semester.
Ketiga, tahap evaluasi kuliah. Dalam pembelajaran di perguruan tinggi memiliki Rencana Pelaksanaan Pendidikan (RPP). Di dalam RPP, juga ada yang disebut RPS atau Rencana Pembelajaran Semester. RPS ini berisi materi pembelajaran setiap kali tatap muka, termasuk kapan waktu evaluasinya. Syukur kembali, Google Classroom ini juga menyediakan sarana atau tools pendukung evaluasi online yang mudah.
Nah, dengan kuliah online, sudah semestinya tujuan yang tertuang dalam Capaian Pembelajaran Mata Kuliah adalah sama dengan ketika tidak online. Maksudnya, hasilnya haruslah sama saja dengan pembelajaran yang selama ini dijalankan di luar jaringan, luring, atau offline dalam kelas tatap muka sebelumnya.
Keempat, tahap evolusi. Pelaksanaan pembelajaran online ini di masa yang akan datang diharapkan tumbuh dan berkembang. Saat ini tenaga pendidik berpikir keras bagaimana menerapkan pembelajaran online dengan baik dan benar, dan dalam waktu yang berjalan terus menerus atau simultaneously. Pembelajaran online yang sebelumnya, dibutuhkan hanya ketika dibutuhkan saja sehingga tidak serius. Kemungkinan di masa yang akan datang akan tumbuh dan berkembang dan kelak menjadi ketergantungan.
Adanya kejadian luar biasa virus Covid-19 yang viral di seluruh dunia saat ini, setidaknya membawa pengaruh di banyak bidang dan sendi kehidupan manusia. Perilaku daring umat manusia saat ini untuk menghindari sebaran Covid-19, kemungkinan akan menjadi kebiasaan hingga budaya baru yang juga mempengaruhi kebiasaan sehari-hari di masa depan.
Semoga Allah paring manfaat dan barokah. Aamiin.