“Tadi kok pusing ya, tapi setelah makan besar buka puasa, pusing hilang. Apa karena tidak minum kopi? Mosok gara-gara kopi pusing…” tulis seorang kolega di status media sosialnya.
Saya tahu, sang kolega selalu minum kopi di setiap aktivitasnya di media sosial. Dia sengaja menunjukkannya kepada publik, pamer lebih dulu di awal aktivitasnya. Bahkan, dia mengaku bisa lebih dari 2x kali minum kopi dalam sehari.
Kopinya bukan sembarang kopi, bukan juga kopi sasetan. Sebagai seorang peminum kopi, saya mengenali kopi yang diminum kolega tersebut. Walaupun bukan termasuk pecandu, saya belajar dari kebiasaan sehingga bisa merasakan mana kopi yang mantap dan mana kopi yang kurang pas.
Seketika saya jadi ingat juga sore itu mendadak kepala terasa pusing saat menjelang buka puasa. Saya pikir ini efek gula dalam tubuh turun. Saya curiga, biasanya kadar gula turun ditandai dengan rasa perut lapar dan tremor atau gemetar. Kali ini tidak terjadi di hari pertama puasa.
Usai buka puasa makan besar, kepala masih terasa pusing. Tapi lambat laun terasa ringan usai terawih. Praktis saat itu tidak banyak melakukan aktivitas apapun kecuali istirahat, menunggu istri pulang dari tadarus di masjid. Hari pertama ini kami kena giliran jatah kue.
Hari kedua, saya mulai mengontrol asupan yang disediakan istri. Biasa saja. Nasi, sayur, lauk, dan minum air putih dan teh tanpa gula. Begitu masuk kerja di pagi hari, saya mulai mengatur aktivitas sampai sore menjelang buka puasa.
Pagi itu saya usai mengajar daring satu jam, rasanya lega mengoceh sendiri di depan komputer. Disusul ngabuburit dua jam mengajar daring. Syukurlah, tubuh sudah mulai mengikuti ritme puasa kembali. Tidak lagi merasa pusing.
Tapi, yang menjadi masalah adalah saya tidak tahu harus melakukan aktivitas apa. Padahal, ada banyak tumpukan pekerjaan menunggu diselesaikan. Untuk itu, saya mulai membuka kembali Google Docs dan mulai menulis apapun untuk memancing tubuh beraktivitas kembali.
Hari ini, yang kutulis adalah mengenali gejala kecanduan minum kopi. Tidak, saya bukan pecandu, tapi meski saya bilang bukan pencandu, tapi siapa tahu tubuh ini tidak bisa menolak disebut pecandu.
Ok lah kalau begitu. Mari mulai mencari apa saja ciri-ciri pencandu kopi. Dari beberapa sumber, kopi itu sebenarnya tidak ada masalah, tetapi yang menjadi perhatian adalah kafein yang dikandung kopi.
Kecanduan minum kopi, berarti kecanduan kafein. Istilah itu bisa jadi stigma atau stereotype bagi para peminum kopi.
Kompas menyebut, ciri-ciri kecanduan kopi antara lain.
1. Kelelahan. Ini karena orang minum kopi bertujuan agar tubuh terus bugar. Tubuh yang lelah dipaksa terus bekerja. Kebiasan itu jika terus dilakukan berulang kali akan membuat tubuh mengalami ketergantungan, merasa selalu membutuhkan kopi ketika tubuh lelah. Solusinya, jika lelah, istirahat sejenak.
2. Sembelit. Kafein merangsang buang air besar. Bagi pencandu kopi, ketika tidak minum kopi akan membuat perut terasa sembelit. Solusinya, banyak minum air dan makan sayur berserat.
3. Depresi. Ini gejala umum ketika pencandu kopi menghentikan tiba-tiba minum kopi. Merasa tidak nyaman dan perasaan terganggu. Solusinya, jangan biarkan perasaan terganggu, cepat atasi segera dengan mengurangi gangguan dengan refreshing, healing, atau dengan menulis seperti ini.
4. Tremor. Gejala ini bisa terjadi akibat kekurangan kafein, meski bukan karena perut lapar atau kekurangan kadar gula darah. Tak ada solusi mengingat seiring berjalannya waktu tremor akan hilang dengan sendirinya.
5. Iritabilitas. Kafein menyebabkan peningkatan hormon dan neurotransmitter. Mendadak menghentikan minum kopi menyebabkan perubahan kognitif. Solusinya, perlahan mulai kurangi dosis minum kopi, sampai tidak minum kopi sama sekali. Butuh waktu beberapa hari lamanya.
6. Mual. Kekurangan kafein mengganggu sistem pencernaan. Solusinya, minum teh jahe hangat.
7. Insomnia atau sulit tidur di malam hari. Solusinya, kurangi kadar kafein dengan secara bertahap mengurangi minum kopi dan atur ulang siklus tidur.
8. Kabut otak atau Brain Fog. Kafein meningkatkan dopamin, hormon bahagia. Kehilangan kafein tiba-tiba karena kecanduan dapat menurunkan kadar dopamin. Akibatnya, sulit fokus atau memusatkan perhatian, sulit konsentrasi, sulit mengingat detail yang sudah dikenal, sering merasa nge-blank, sulit bereaksi dan melakukan pemrosesan informasi yang lambat alias telmi, telat mikir. Kabut otak juga disebabkan kadar gula rendah. Solusinya, jika ingin menghilangkan efek kecanduan kopi, turunkan secara bertahap kadar minum kopi dalam beberapa hari hingga tidak minum sama sekali. Jika karena kadar gula rendah, segera penuhi asupan tubuh agar tetap seimbang.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, tampaknya saya bukan termasuk pencandu kopi lantaran tidak ada ciri-ciri kecanduan pada diri saya. Kalaupun ada, saya merasa mengalami semacam kabut otak, yakni sulit mengingat beberapa nama seseorang. Saya menduga ini bukan sebab kekurangan kafein, tetapi bisa jadi sebab kadar gula rendah atau siklus tidur berantakan akibat banyak scroll sosial media menjelang tidur sampai larut malam hehe…
Pasalnya, kadar kopi yang saya minum saat ini tidak berlebihan dan saya rasa masih dalam batas yang wajar. Dalam sehari saya minum sekali secangkir, kadang tidak sama sekali. Takaran kopi juga masih berkisar 10 gram per cangkir.
Semoga Allah paring sehat walafiat aman selamat lancar barokah… aamiin